Lihat ke Halaman Asli

Imi Suryaputera™

Jurnalis, Penulis, Blogger

Jika Berduit dan Royal, Iblis pun Pasti Dipilih

Diperbarui: 18 Februari 2016   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hingga tiba di rumah pikiran Amri masih seputar pelantikan beberapa Kepala Daerah yang barusan ia hadiri di halaman kantor Gubernur pagi tadi.

Amri, hanyalah warga biasa yang memaksakan diri ingin melihat langsung acara pelantikan Kepala Daerah. Ia bukanlah termasuk undangan seperti para Orang Penting berbusana parlente yang datang ke acara sambil membawa kartu undangan berwarna putih dan kuning emas. Amri tepatnya cuma menyaksikan acara dari kejauhan dibalik pagar yang membatasi bangunan kantor Gubernur dengan jalan umum di depannya.

"Kok bisa ya seorang yang selama ini dikenal kurang baik di masyarakat luas; bisa terpilih sebagai Kepala Daerah," gumam Amri sambil meraih gelas kopi yang sudah dingin di atas meja kayu di ruang tamu.

Amri tak habis pikir terhadap kondisi politik masyarakat sejak reformasi bergulir beberapa tahun lalu di negeri ini. Masyarakat tampaknya sudah terlanjur euforia terhadap reformasi yang menjanjikan banyak hal terutama kebebasan di berbagai lini dan sisi kehidupan.

"Tak usah dipikirkan. Jalani dan ikuti saja permainan ini seperti kebanyakan orang di negeri ini, ikut arus saja," ujar Badri, teman baik Amri, sekaligus teman curhat dan berdiskusi bahkan berdebat.

"Sulit rasanya menerima apa-apa yang bertentangan dengan hati nurani," tegas Amri pada satu kesempatan Ia dan Badri sedang santai di satu kedai kopi.

"Itulah demokrasi, kawan. Dimana-mana orang mengelukan demokrasi yang katanya hebat itu," tambah Badri sambil terkekeh.

"Ah demokrasi. Lagi-lagi atas nama demokrasi," desah Amri seolah mengeluh.

Amri jadi ingat satu pelajaran, tepatnya pendapat tentang demokrasi oleh Plato dan Aristoteles; 2 nama yang cukup terkenal dalam sejarah peradaban manusia. Menurut mereka, demokrasi itu adalah sistem yang buruk.

“Demokrasi itu lebih kepada kuantitas mayoritas, bukan kualitas mayoritas,” cetus Amri.

“Betul ! Demokrasi itu acuannya suara mayoitas; vox populi vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Pilihan mayoritas lah yang akan memenangkan kompetisi; one man one vote,” sahut Badri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline