Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Anti Kritik, Indonesia Akan Memanen Tiranisme

Diperbarui: 24 Oktober 2017   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TEMPO.CO, BANDUNG -Walikota Surakarta Joko Widodo alias Jokowi mengaku rindu di datangi pengunjuk rasa. "Tolong saya di demo, pasti saya suruh masuk," katanya di Bandung. 

Di masa awal menjadi Walikota Surakarta 7 tahun lalu, kata Jokowi, ia sering didatangi massa. Setelah diterima dengan dialog, jumlah demonstrasi turun menjadi sekitar 30 persen pada tahun kedua ia menjabat.

sumber tempo.co

*****

Pernyataan tersebut diucapkan oleh Jokowi semasa menjabat Walikota di sebuah kotamadya yang kecil tapi sibuk, Surakarta. Dan sebagai orang Jawa penulis merasa kritik yang disampaikan akan tetap memuat konten yang sama meskipun bungkus atau ekspresinya yang berbeda. Misalkan saja demo antara orang Batak, Manado dan Solo atau Surakarta. Hanya gestur dan jumlah peserta demo yang mungkin berbeda.

Namun setelah menjabat sebagai presiden dalam rentang waktu dua tahunan, Jokowi mulai berubah adat. Kritik-kritik yang sekalipun tidak menyasar inisiatif untuk mencongkel dirinya dari tampuk pimpinan di Republik ini mulai dihajarnya melalui tangan-tangan instansi yang kental di duga dipenuhi prilaku pragmatisme. Beberapa warga yang menyuarakan sudut pandang yang bertolak belakang mulai diberi cap "kaum makar", "pengujar kebencian" dan "menghina kepala negara". Jokowi pelan tapi pasti mulai menampakkan jatidirinya yang sebenarnya.

Para pengujar kebencian seperti yang disangkakan hanya mempermasalahkan sebuah unggahan dari seorang ibu rumah tangga yang mempertanyakan kesungguhan pemerintahan Jokowi berlaku seharusnya sebagai pengelola operasional negeri ini. Seperti tautan gambar diatas\ adalah sebagai kritik yang kemudian di respon secara berlebihan oleh pemerintahan.

Ada beberapa pendukung militan Jokowi yang mencoba untuk mendeskripsikan profil Jokowi yang sederhana dan tidak neko-neko serta diimbuhi oleh Jokowi bahwa tampangnya yang sederhana tersebut tidak memungkinkan memiliki prilaku dan sikap seorang diktator. Sungguh sebuah upaya pembelaan yang hanya akan membuat Jokowi semakin gelap mata.

Wikipedia mengartikan kosa kata kritik sebagai masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan. Dan merunut apa yang disampaikan oleh Rachmawati, Sri Bintang Pamungkas, Asma Dewi atau siapa pun yang merasa perlu untuk memperluas apresiasi dan ada intensi untuk memperbaiki sebuah nilai adalah kritik yang diperlukan. Kritik dan memuja secara akut adalah dua hal yang berbeda nilai. Memuja segala sesuatu hingga keluar dari konteks dan fakta-fakta yang empirik hanya akan menghasilkan sebuah situasi hampa nilai.

Rentang tiga tahun Jokowi sebagai presiden, dalam cermin yang berbeda penulis mengatakan hanya menghasilkan ekspektasi publik untuk mencari calon pemimpin baru. Hasil beberapa survei yang merilis angka elektabilitas Jokowi di bawah 50% adalah sebuah gambaran betapa seorang petahana yang di topang oleh mesin-mesin pendukung gagal menyakinkan publik. Meskipun media massa getol menjadi perpanjangan tangan pemerintahan Jokowi merilis beberapa konten jurnalisme yang bias perspektif dan tidak menjejak bumi. Narasi bahwa Jokowi adalah pemimpin yang low profile menjadi sebuah prosa satire. Ngenes dan miris.

Di samping perekonomian yang lesu darah, angka pertumbuhan hanya mentok di angka 5%, turunnya daya beli masyarakat, utang yang kian menghadirkan malaikat maut bagi rakyat Indonesia yang kemudian ditambahi oleh sikap-sikap represif pemerintahan Jokowi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline