Lihat ke Halaman Asli

Imam Uddin Hanief

Hanya ingin berbagi melalui tulisan dan pengalaman

Di Balik Indahnya Perayaan Lampion Waisak 2015, Taman Menjadi Korban

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Candi Borobudur yang menjadi tempat pemusatan perayaan Waisak selalu menyedot perhatian banyak orang. Bukan hanya umat Buddha tapi juga umat beragama lainnya. Tepat 2 Juni 2015 yang lalu, ribuan manusia berbondong-bondong menuju Borobudur guna mengikuti ritual perayaan Waisak. Bahkan di tahun ini, Presiden Jokowi datang secara langsung menyampaikan amanat dalam perayaan Waisak. Kedatangan orang nomor satu RI ini membuat penjagaan di Candi Borobudur diperketat. Bila pada tahun-tahun sebelumnya semua orang bisa mendapat ID Card untuk ikut perayaan, tahun ini protokol kepresidenan membuat orang-orang tertentu saja yang bisa mengikuti perayaan Waisak.

Mulai dari prosesi awal berkumpul di Candi Mendut, dan dilanjutkan berjalan menuju Borobudur hanya bisa diikuti oleh umat Buddha dan para undangan. Perjalanan menuju Candi Borobudur melalui Candi Pawon, Sungai Elo dan Sungai Progo. Selama perjalanan, obor Waisak, air suci, dan simbol-simbol Buddha lainnya tak lupa diikutsertakan. Prosesi ini memakan waktu cukup lama, dari siang hari hingga acara terakhir di malam hari.

Jika di awal ritual hanya umat Buddha dan undangan saja yang diperbolehkan masuk, menjelang acara terakhir semua pengunjung diperbolehkan masuk ke area candi. Ribuan orang yang sudah duduk mengantre di pintu masuk segera membentuk barisan. Antrean panjang mengular saling berebutan melalui pintu kecil yang pada hari biasa hanya diperuntukkan dua baris antrean, tapi khusus ritual Waisak malam itu bisa memuat hingga lima barisan. Lelah dan letih membuat para pengunjung yang berdesakan sesekali berteriak agar bisa segera masuk ke lokasi candi.

 

Umat Buddha yang merayakan Waisak dengan meditasi dan membaca puja kini telah dikelilingi ribuan pasang mata yang berdengung entah tentang apa. Bukan cuma itu, akhir acara yang dinanti-nantikan semua orang, yakni pelepasan lampion, malah menjadi menjadi momen paling rusuh dan memalukan. Lokasi pelepasan lampion sebenarnya sudah terpasang tali pembatas berjarak lima meter. Hanya panitia, biksu, para undangan, serta pengunjung yang sudah membeli tiket untuk ikut melepaskan lampion saja yang boleh masuk ke area lampion. Tapi hasrat untuk melihat lampion dari dekat membuat beberapa pengunjung menerobos hingga mendekati satu meter dari lokasi pelepasan lampion. Kejadian ini membuat panitia kewalahan menertibkan pengunjung. Bahkan polisi yang sejak pagi sudah mengamankan Presiden, hanya mampu menggertak pengunjung-pengunjung itu. Bila menerobosnya hanya merusak tali rafia yang dijadikan pembatas mungkin masih bisa ditolerir. Tapi kejadian itu nyatanya juga berefek ke tanaman yang berada di sekitar area pelepasan lampion. Banyak tanaman yang diinjak oleh para pengunjung demi melihat lebih dekat. Beberapa kali MC acara dan biksu juga meminta pengunjung sedikit mundur agar acara bisa berjalan dengan lancar. Tapi tetap saja pengunjung itu bandel, mundur sebentar kemudian kembali lagi saat peringatan sudah tidak diumumkan. Berikut hasil perusakan oleh beberapa penguunjung.

 

Sebagai traveler yang baik sudah semestinya kita ikut menghormati perayaan Waisak...

"Sabbe Satta Bhivantu Sukithata"
Semoga Semua Makhluk Berbahagia

Mari kita hormati semuanya, umat Buddha yang tengah menjalankan ibadah dan juga lingkungan sekitar yang ikut mempercantik suasana.

Be a Good Traveler

Salam Kompasiana




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline