Lihat ke Halaman Asli

Ilyani Sudardjat

TERVERIFIKASI

Biasa saja

Pantaskah Pejabat Publik Memiliki Mobil Mewah?

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa disangka, putra Hatta Rajasa terlibat kasus tabrakan yang menewaskan 2 orang manusia tak berdosa, dan beberapa orang luka luka. Semoga keluarga yang mendapat musibah kuat menghadapi cobaan kehilangan ini.

Kejadian ini juga mengungkapkan bahwa M. Rasyid Amrullah yang masih berusia 22 tahun, ketika itu sedang mengendarai mobil mewah BMWX5.

Mobil ini jenis mobil mewah CBU, atau completely built up, yang berarti tidak mempunyai konten lokal dan pabrik di Indonesianya. Berarti untuk urusan ini saja Sang Menteri Koordinator Perekonomian Negara telah merugikan negara secara makro ekonomi, karena membuang devisa secara sia sia ke produsen mobil murni impor,  seharga lebih dari Rp 1 Milyar. Belum lagi berita yang menyebutkan bahwa mobil ini belum dilaporkan oleh HR kepada KPK.

Jelas, masalah sumber dana untuk membeli mobil ini saja masih rancu. Sayang, Indonesia tidak mempunyai UU Pembuktian Terbalik, dimana rakyat atau otoritas terkait seperti penyidik korupsi bisa menggugat pejabat publik yang memiliki nilai kekayaan lebih di luar gaji dan pendapatan resminya.

Di UU Pembuktian Terbalik ini, sang pejabat harus membuktikan bahwa kekayaan yang didapat bisa jadi dari warisan, atau unit usaha/bisnis yang tidak terkait dengan posisinya sebagai pejabat publik. Jika tidak dapat membuktikan, maka kekayaan diluar pendapatan resmi bisa dianggap sebagai hasil korupsi.

Di luar permasalahan diatas, sebenarnya pantaskah pejabat publik memiliki mobil mewah? Saya sih bisa saja mengatakan pantas, jika saja, negara kita sudah sejahtera. Ukurannya, bisa pendapatan per kapita rata rata saja. Kalau sudah diatas US$5,500 seperti ditargetkan Menko Perekonomian, mungkin saja sudah pantas.

Tetapi dengan pendapatan per-kapita 'hanya' US$3,500, masih lebih rendah dari Thailand yang US$8,100, apalagi dengan Malaysia yang mencapai US$15,000, seharusnya pejabat publik lebih mengejar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dan Indonesia masih memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, nyaris 30 juta orang (data BPS, berdasarkan standar kemiskinan BPS), tentu saja tidak bisa dianggap sepele.

Selain itu, dengan biaya pendidikan yang semakin menjerat, hanya sekitar 12% lulusan SMA yang masuk ke Perguruan Tinggi. Dan hanya sekitar 50% lulusan SMP yang meneruskan ke SMA, bisa dikatakan, tingkat pendidikan di Indonesia juga masih sangat rendah.

Dan di Indonesia, kesenjangan antara kaya dan miskin tampak begitu dalam. Mobil mobil mewah berseliweran, sementara anak anak jalanan, pengemis terlunta lunta di jalanan. Beda sekali dengan ketika kulihat di Kairo, dimana hampir tidak ada mobil mewah di jalanan, sementara pengemis pun cukup jarang. Gap atau kesenjangan itu tidak terlalu terlihat.

Apalagi jika itu dikendarai pejabat publik. Dimana nuraninya untuk bisa 'tega' membiarkan 'anak anaknya' alias rakyatnya masih sulit mencari nafkah, sementara dia bisa bermewah mewah?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline