Lihat ke Halaman Asli

Ikrimatul Fuadah Adyan

Saya seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Jakarta.

Sumur Ilusi

Diperbarui: 18 Maret 2025   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jakarta dan segala kemacetannya menjadi satu bagian yang tidak pernah terpisah satu sama lain. Seperti dua sisi mata uang logam yang selalu berdampingan. Menciptakan kehidupan yang dinamis dan bergerak secara cepat. Di sepanjang rute jalan, deretan kendaraan beroda dua maupun roda empat saling berhimpit dan berlomba-lomba mengeluarkan klakson yang paling nyaring, saling berebut ruang di jalan-jalan protokol kota. Namun, di balik riuhnya lalu lintas yang seolah tak berkesudahan, Jakarta tetap menjadi magnet bagi banyak orang. Harapan, ambisi, mimpi menjadi satu dalam aliran manusia yang terus bergerak, menantang peliknya kemacetan dengan semangat yang tak pernah padam.

Pekan ini sudah genap satu bulan aku menjadi mahasiswa magang di salah satu kantor di selatan Jakarta. Sebagai masyarakat urban yang pergi dan hinggap hingga ke luar kota, suasana macet baik di pagi maupun sore hari sudah menjadi makanan sehari-hari bagiku. 

Bekasi---Lebak Bulus, kurang lebih 50 kilometer jauhnya ku tempuh pulang pergi. 

"Rumahnya di mana?"

Saat pertama berkunjung ke kantor ini, pertanyaan di atas selalu dilontarkan oleh rekan kerja bahkan atasanku. Saat ku menjawab, mata mereka terbuka lebar, mulut mereka menganga dengan mimik wajah seakan tak percaya. 

"Bekasi?"  ujar mereka dengan nada setengah heran, setengah iba. 

"Jauh banget, ya!"

Aku hanya bisa tersenyum kikuk. Perjalananku menuju kantor memang bukan perkara mudah. Setiap hari, aku harus berjibaku dengan kemacetan yang seakan tak kenal ampun. Jalanan yang penuh sesak, serta cuaca yang tak bisa ditebak. Semuanya menjadi bagian dari rutinitasku.

Di pagi hari, aku harus berangkat sebelum matahari benar-benar terbit, agar tak terjebak dalam gelombang manusia yang juga berpacu dengan waktu. Sementara itu, di sore hari, perjalanan pulang terasa lebih melelahkan. Lampu-lampu kendaraan memanjang dalam barisan tak berujung, menambah kesan betapa panjangnya jarak antara tempatku bekerja dan rumahku.

Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang membuatku harus terbiasa dengan ini semua. Aku memilih bersembunyi di balik rutinitas semu yang melelahkan. Membiarkan segala kesibukan duniawi menelan pikiran dan perasaanku hingga tak ada ruang yang tersisa untuk mereka berkembang biak dalam diriku. Semua itu ku lakukan agar aku tak punya waktu untuk mengingat hal-hal yang justru lebih melelahkan dari pekerjaan dan perjalanan ini. 

Sudah sebulan lamanya, Aku dapat tertidur pulas sebelum mendengar gema kesepian yang menyelinap di sela-sela dinding kamarku. Dan kembali bangun di pagi hari untuk merepetisi kegiatan yang sama. Begitu terus, setiap hari, tanpa jeda. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline