Lihat ke Halaman Asli

Syamsurijal Ijhal Thamaona

Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Tawa Guru Dollah

Diperbarui: 26 November 2018   16:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok: macaritablog.wordpress.com

Sejenak Ia perbaiki letak kopiahnya yang sudah memudar warnanya.  Kopiah yang tepinya sudah terlihat kekuningan namun di beberapa bagian tersaput warna putih, kini bertengger cukup apik di kepalanya.  Lalu Ia melanjutnya menjelaskan soal penjumlahan angka desimal.  Mata pelajaran matematika yang cukup memusingkan bagi anak-anak SD di kampung itu.

Tangan guru Dollah yang tengah mengajarkan penjumlahan desimal itu dengan lincah menari-nari di papan tulis hitam. Kapur putih sesekali berdecit-decit ketika bergesekan dengan papan tulis tersebut. Tangan guru Dollah sendiri sudah berlepotan warna putih yang sesekali tanpa sadar Ia letakkan di kopiahnya saat memperbaiki letaknya.

"Bagaimana, apakah semua telah paham? Tanya guru Dollah sesaat setelah tangannya mencorat-coret kapur di papan tulis.

Matanya menyapu kelas.  Beberapa terlihat mengangguk tanda paham, tapi kebanyakan hanya diam membisu. Guru Dollah mafhum, banyak yang belum mengerti.

"Ha..ha..ha.., kita ulangi kalau begitu." Ucapnya diiringi dengan tawanya yang khas.

Seluruh murid-murid sekolah dasar itu hafal dengan tawa khas guru Dollah. Bahkan ekspresi yang muncul di raut wajahnya. Pipinya tertarik sempurna, mata sedikit menyipit, dan  gusinya yang agak kehitam-hitaman terlihat jelas.  Tawa yang sempurna dan betul-betul tertawa tanpa dibuat-buat.  Walau  tidak terlalu nyaring, tapi jelas menunjukkan keriangan.  Dalam situasi apa pun Ia akan selalu tertawa dengan tawanya yang khas itu.

Pernah suatu saat guru Dollah memakai sepatu yang bolong di ujungnya. Jempol kaki dan kelingkingnya mencuat  keluar. Ketika seorang murid menunjuk sepatunya yang bolong, guru Dollah tertawa dengan tawanya yang khas.

"Wah...belum bisa beli yang baru." Ucapnya di sela tawanya yang khas.

Besoknya guru Dollah datang dengan sepasang sepatunya yang telah ditambal dengan kulit, warnanya senada dengan sepatunya.

"Sekarang jari-jari saya tidak nongol lagi", katanya sembari tertawa, lagi-lagi dengan tawanya yang khas.

Pagi itu seperti biasa guru Dollah telah berada kembali di tengah-tengah kelas. Kali ini Ia mengajar Ilmu Pengetahuan Alam.  Pagi itu sesungguhnya guru Dollah merasakan perutnya tidak nyaman, namun  seperti biasa Ia tetap mengajar sambil sesekali ketawa dengan tawanya yang khas.  Ketika matahari semakin memanjat naik, perutnya semakin melilit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline