Suara miring yang cenderung mengarah ke fitnah terus dituduhkan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hal itu seakan menjadi senjata pamungkas yang dimiliki oleh pihak oposisi.
Realita tersebut sebenarnya sangat memprihatinkan, mengingat cara kritik yang tanpa verifikasi kebenaran itu bisa mendidik masyarakat ke dalam cara berpolitik yang tidak sehat. Mereka tidak mampu berpolemik dengan data, namun hanya suka melemparkan fitnah dan informasi hoax.
Seperti, misalnya baru-baru ini Ketua Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan DPP Partai Gerindra, Iwan Sumule, mempertanyakan penggunaan APBN di balik pengadaan tas yang digunakan dalam aksi "Bantuan Langsung Lempar" yang ditenderkan oleh Kementerian Keuangan.
Politisi Gerindra itu menuduh bahwa pemerintahan Presiden Jokowi telah menggunakan dana APBN untuk kegiatan kampanye Presiden. Bahkan, menurutnya itu adalah sebuah cara berpolitik licik yang berseberangan dengan cita-cita revolusi mental.
Atas pernyataan Iwan Sumule itu kita harus periksa benar, apakah benar Presiden Jokowi menggunakan dana APBN untuk berkampanye melalui tender tas bantuan sembako tersebut? Tentu, saja jawabannya ternyata tidak benar.
lelang tersebut dilakukan untuk menunjang program pemerintah dalam memberikan bantuan terhadap masyarakat. Dalam hal ini, yang dilelang adalah 'tas sembako', tidak beserta dengan isinya.
Lelang itu sendiri telah sesuai dengan aturan karena proses pengadaannya dilakukan secara terbuka, dengan pengajuan kualifikasi yang sesuai dengan aturan berlaku. Dengan demikian, setiap dana yang digunakan dapat dipantau oleh publik.
Hal tersebut justru menunjukkan adanya transparansi penggunaan APBN. Dalam lelang itu, pemerintah juga menetapkan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) yang jauh lebih rendah dari nilai pagu. Hal itu merupakan penghematan bagi kas negara dan langkah konkret dalam mencegah terjadinya mark up pengadaan sehingga harus dicontoh oleh Kementerian dan Lembaga lainnya.
Diakui atau tidak, dengan adanya pelelangan secara terbuka yang bisa diakses online mendorong perilaku yang positif, dimana pengeluaran Presiden tercatat dan dilakukan secara terbuka, karena publik juga dalam melihat perjalanan penggunaan APBN secara profesional. Justru sebaliknya apabila tidak dilelangkan, misalnya dengan pengadaan langsung atau penunjukkan langsung, potensi korupsi lebih besar.
Sungguh sangat disayangkan bila proses pelelangan untuk bantuan sosial tersebut dikatakan sebagai bagian dari kampanye Pilpres. Tuduhan pihak oposisi tersebut sangat tidak relevan karena program bantuan kepada masyarakat merupakan program kerja resmi dari pemerintah yang tidak hanya berlangsung pada tahun ini saja, sehingga dapat dilelangkan dan tercantum dalam Petunjuk Operasional Kegiatan.
Kesalahan dari pihak oposisi tanpa mengecek apa yang dituduhkannya bisa berpotensi membiaskan informasi di masyarakat. Dan, parahnya informasi seperti di atas dimuat oleh portal berita seperti rmol.com. Pasalnya, website berita itu telah turut mempublikasikan pembiasan informasi sebagai pemberitaan negatif yang tidak tepat terkait pemerintah kepada masyarakat.