Bagaimana kalau besok atau lusa. Atau mungkin ketika kita tak berjumpa pada selang menit saja. Aku telah dipanggil oleh Sang Pencipta. Bagaimana jika besok atau lusa, kita tak mampu tersenyum lagi. Atau bahkan berbagi cerita yang belum sempat kutuntaskan. Tentang sebuah perjuanganku akan sakitku. Atau tentang sebuah usahaku mencapai mimpiku.
Bagaimana kalau hari ini. Tanganku telah berlipat dan bibirku telah mengatup lembut. Tidak akan ada rona senyum yang terpantul dari sana, dan aku hanya ingin agar kamu senantiasa berbagi cerita sederhanaku. Sebab, akan ada yang ingin tahu akan cerita itu.
Percayalah, bahwa secarik ceritaku telah mencari di mana ia akan berhenti bercerita. Percayalah, bahwa cerita akan sakitku telah usai di tangan Allah. Bahwa perjuanganku telah usai di ujungnya. Sebab, saatnyalah aku menuai hasil dari usahaku. Telah datang waktunya untuk pulang.
Sahabatku, aku tak sebaik yang kamu kira. Aku tak seelok yang kamu anggap. Ada cacat selain fisikku, selain sakit yang sekian lama menggerogotiku. Tapi, percayalah akan takdir Allah semua ini. Di balik rasa sakitku, ada rasa ikhlas yang ingin kutanamkan padamu. Di balik deritaku, aku berusaha tegar dan tersenyum agar kamu bisa tersenyum pula.
Aku yakin, bahwa Allah memberikan rasa sakit itu ketika hamba-Nya serasa kuat untuk bertahan akan rasanya. Sebab, ada tempat bersandar yang tidak akan rapuh yakni Allah. Bagaimana kalau malam ini, Allah menginginkanku? Bagaimana kalau nanti sore ini, Allah ingin bertemu denganku. Lalu... Aku ingin berpesan padamu agar percaya pada takdir Allah yang Maha Asyik. Menenangkan, menyenangkan pada akhirnya