Lihat ke Halaman Asli

Idna Nawfa

Penulis, Pebisnis dan Sastrawan

Menilik Keadilan ala Marx Melalui Sosialism Justice

Diperbarui: 12 Agustus 2019   20:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.pinterest.com/ALWYNtwo

Pasca kebangkitan akal sehat atau yang biasa kita sebut sebagai era "filsafat", secara fungsional telah merevolusi metode berfikir manusia tentang hal-hal yang paling fundamental. 

Salah satu transisi yang bisa kita cermati adalah mengenai hubungan material-ruhaniah. Yang pada perjalanannya terus mengalami dialektika tajam untuk membongkar proteksifitas manusia.

Menurut Hegel (seorang filosof Jerman), kekuatan yang menggerakkan sejarah itu adalah ruh atau akal dunia. Sedangkan menurut Marx adalah kebalikannya. Ia menganggap justru perubahan material itulah yang mempengaruhi sejarah. 

"Hubungan ruhaniah" tidak menciptakan perubahan material, tapi sebaliknya. Perubahan material yang menciptakan hubungan-hubungan ruhaniah (baca: akal dunia) yang baru.

Marx sendiri menekankan lebih jauh bahwa hanya "masyarakat penguasa" yang dapat menentukan norma-norma mengenai apa yang benar dan salah. 

Sebab sejarah dari seluruh masyarakat yang ada sekarang merupakan (hasil) sejarah perjuangan kelas. Dengan kata lain, sejarah pada prinsipnya adalah tentang masalah siapa yang memiliki sarana produksi.

Marx secara khusus menekankan bahwa kekuatan ekonomi dalam masyarakatlah yang menciptakan perubahan dan karenanya menggerakkan sejarah kedepan. 

Inilah mengapa Marx disebut sebagai bapak materialisme. Namun saya tidak ingin membahas itu, melainkan lebih kepada cara pandang Marx dalam mendefinisikan "KEADILAN". Mari kita kupas.

 **

Seperti yang kita ketahui bahwa Marx adalah pencetus apa yang disebut sebagai "Sosialis-komunis (me)". Inti dari paham tersebut adalah tentang (usaha) penyamarataan material atau dalam istilah lain saya menyebutnya sebagai "kehormatan pekerja". Perhatian ini timbul sebagai kritik Marx terhadap kaum kapitalis.

Di bawah sistem kapitalis, pekerja bekerja untuk orang lain. Oleh karena itu pekerjaannya merupakan sesuatu yang tidak dimilikinya. Pekerja menjadi asing dengan pekerjaannya, tapi pada saat yang sama dia juga menjadi asing dengan dirinya sendiri. Dia kehilangan sentuhan dengan realitasnya sendiri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline