Lihat ke Halaman Asli

Hudriyanto

Mahasiswa

Pengantar Buku, Sang Atheis Merayu Tuhan

Diperbarui: 20 Desember 2021   20:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Buku yang berada dalam pelukan dan genggaman pembaca, merupakan novel yang berusaha memotret perjalanan beberapa mahasiswa dalam mencari cahaya keselamatan. Lahir dari tadabur penuh keinsyafan terhadap dua ayat suci Al-Qur'an. Surah Al-Maidah, ayat 32 dan surah Ali Imran, ayat 190.

Bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena
berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. (QS. Al-Maidah. Ayat 32)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, terdapat tanda kekuasaan Allah, bagi orang-orang yang mengaktifkan
akal sehatnya. (QS. Ali Imran. 190).

Bagi seorang muslim yang menghayati ajarannya, mereka tidak lagi menghitung berapa jumlah  korban manusia yang terenggut nyawanya. 

Berapapun banyaknya, menghilangkan satu nyawa sama dengan membunuh seluruh umat manusia. Tidak peduli, apakah ia seorang muslim maupun non muslim. Selama ia menjaga ketertiban (bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi) maka ia adalah makhluk yang wajib dipergauli dengan adil dan bijak. 

Seorang muslim sejati adalah mereka yang berpegang teguh kepada petuah emas Ali bin Abi Thalib, yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan.


Falih adalah ruh napas bagi surah Al-Maidah, ayat 32. Ia termasuk mahasiswa cerdas, taat beragama, cinta pada perdamaian, mencintai Al-Qur'an dan sunnah. Tidak silau dengan lentera yang ditaburkan pemikir sekuler di kampus Islam. Ia mampu menelanjangi tuduhan buruk dengan ilmu syar'i. Kepribadiannya menginsyafkan kita, agar generasi selanjutnya jangan terlalu alergi dengan
khazanah yang telah dituturkan oleh para panglima dan ilmuwan muslim di masa lalu.

Sedangkan ayat kedua, penulis menitipkannya pada sosok Elienor yang tampak kebingungan mengenal Tuhan yang hakiki. Berkat kebesaran jiwanya mengubur egosentris dalam liang kesadaran, kemudian ia berhasil memetik anugrah manisnya iman.

Perjalanan romantis keduanya dalam membingkai cinta bertemu pada satu pertarungan besar, yaitu pembongkaran hakikat persembunyian tuhan dari bibir semesta. Yang mengerucut pada satu kesimpulan, adanya kekuatan yang mengendalikan alam semesta, kehidupan
dan manusia.

Melalui novel ini, penulis mengajak para pembaca untuk mewaspadai berbagai ide yang dibungkus dengan sangat manis. Khususnya proyek terorisme yang terus
didengungkan oleh watak imperialisme dalam melumpuhkan kekuatan Islam, serta berupaya merestorasi kembali Islam yang hampir tereliminasi ke dalam ajaran sufiistik menuju Islam mabda'i, dengan menempatkan Islam sebagai ajaran perjuangan dalam gelanggang medan, dengan tetap berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan sunnah, tanpa menutup mata dengan perkembangan dunia modern.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline