Lihat ke Halaman Asli

Hara Nirankara

Penulis Buku

"Jalur Alternatif" Menuju Seks

Diperbarui: 9 November 2020   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image via Halodoc

"Tujuan dari pacaran itu apa sih?", tanya seorang teman Saya ketika kami sedang berkendara menuju ke sebuah tempat. Dia melanjutkan, "kebanyakan orang itu beranggapan bahwa, ketika mereka sedang jatuh cinta, sama-sama jatuh cinta, berarti mereka harus pacaran, mempunyai status atas hubungan mereka. Padahal, asal muasal pacaran saja tidak jelas dari mana datangnya.

Kenapa harus berpacaran, siapa yang membuat pacaran itu menjadi tren?". Lucu, ketika lawan diskusi Saya waktu itu berkata bahwa pacaran bukan sebuah kebutuhan.

Saya mengatakan "lucu" bukan berarti Saya tidak setuju, tetapi pernyataan seperti itu sangat jarang Saya dengar dari seorang pemuda, yang biasanya sedang dalam masa mabuk kasmaran.

"Apa yang terjadi di dunia ini seperti tren, pacaran misalnya, merupakan fenomena atau bahkan merupakan sebuah rekayasa sosial." Jawaban yang Saya tujukan kepada teman Saya itu.

Orang (yang mempunyai agenda) di luar sana harus bisa menciptakan tren baru yang nantinya akan diikuti oleh banyak orang. Sedangkan bagi saya jawaban pacaran adalah kebutuhan merupakan lelucon konyol yang tidak akan pernah Saya lupakan.

Bagi saya, pacaran itu hanya seperti 'jubah' bagi nafsu. Tidak perlu dipungkiri bahwa, sesekali orang yang berpacaran itu akan memikirkan masalah selangkangan alias seks, walaupun hanya dalam imajinasi mereka. Maka dari itu, Saya selalu tertawa ketika mendengar bahwa pacaran merupakan kebutuhan. Kebutuhan apa? Kalau kebutuhan bagi seksualitas, Saya setuju.

Dosen saya pernah membuat thread singkat di kelas dengan tema pernikahan. Semua mahasiswa/i harus bisa menjelaskan atau memaparkan pemikiran mereka tentang pernikahan berdasarkan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Jawaban teman-teman saya itu beragam, ada yang berbicara mengenai selangkangan, mengurangi beban hidup, suatu keharusan (dalam agama), dan bla bla bla.

"Tapi sebenarnya tujuan (aksiologi) dari pernikahan bukan tentang seks, melainkan saling berkomitmen." Kata dosen Saya. Atas dasar jawaban itulah saya menjawab pertanyaan dari teman ngopi Saya, "tujuan pacaran itu apa sih?".

Pacaran bagi Saya hanya membuang uang, tenaga, dan juga waktu. Banyak kasus orang melakukan sesuatu atas dasar dibutakan oleh cinta, akhirnya ia menyiksa dirinya sendiri untuk membuat pacarnya bahagia, merasa puas, merasa diutamakan. Padahal yang lebih utama, adalah hidupnya sendiri. Kemudian saya memberikan sebuah contoh kasus, yaitu diri Saya sendiri.

Sedari awal menjalin hubungan, Saya tidak pernah berniat untuk berpacaran, mempunyai status. Jika wanita yang Saya sukai sedang rindu dengan Saya, ada dua opsi yang Saya tawarkan padanya. Pertama, silahkan mengirimkan pesan atau menelpon. Kedua, silahkan berkunjung ke rumah Saya. Jika ia ingin mengajak Saya jalan, Saya juga bersedia untuk menemaninya.

Sedari awal sudah Saya tegaskan kepada wanita yang Saya sukai, bahwa 'status pacaran' bukan prioritas dalam hidup Saya. Jika ia menerima Saya apa adanya, Saya rela berkomitmen hingga aksiologi dari pernikahan benar-benar tercapai. Jika tidak berkenan, silahkan cari pria lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline