Lihat ke Halaman Asli

Herti Utami

Hasbunallah wa nikmal wakil

Lost in Chatuchak Weekend Market, Bangkok

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1358801580452230202

Salah satu tempat yang menarik dikunjungi di Bangkok adalah Chatuchak Weekend Market. Pemerintah Thailand rupanya sukses menciptakan komoditas pariwisata berupa wisata belanja yaitu Chatuchak Weekend Market dan Suan Lum Night Bazaar. Chatuchak Weekend Market ini letaknya agak di pinggir kota dan bukanya hanya pada weekend yaitu Sabtu dan Minggu. Hal ini yang membuat saya dan teman-teman ketika booking tiket penerbangan ke Bangkok, memilih hari Sabtu malam, dengan pertimbangan hari Minggunya kami bisa mampir ke Chatuchak. Untuk menuju pasar ini dapat dicapai dengan berbagai moda transportasi yang ada di Bangkok. Mass Rapid Transportation (MRT), bisa disebut kereta bawah tanah, BTS (skytrain) yang berupa monorail di atas di stasiun Mo Chit, atau menggunakan tuk-tuk. Sekali naik menggunakan MRT atau BTS waktu itu adalah 40 baht.

Di pasar ini ada ribuan kios dalam area yang sangat luas. Pengertian luas sangat perlu untuk diingat karena diperlukan persiapan tenaga ekstra untuk jalan-jalan di pasar ini, siap-siap kaki pegal dan capek jalan. Dalam papan petunjuk yang tersedia ada pembagian blok-blok sesuai dengan barang yang dijual. Kita bisa melihat deretan kios-kios, atau los-los yang berjejer.

[caption id="attachment_230136" align="aligncenter" width="600" caption="Dalam kios pasar Chatuchak ( Sumber : http://www.bangkok.com/shopping-top10-experiences.htm)"][/caption]

Sebagai orang Indonesia yang hobi dengan oleh-oleh atau buah tangan, apalagi perempuan kebanyakan sangat menikmati aktivitas berbelanja, meskipun sekedar barang-barang sederhana pernik oleh-oleh khas Thailand, buat saudara, tetangga atau teman. Barang-barang yang ada di pasar ini sangat beraneka ragam, ada produk garmen atau keperluan fashion yang termasuk baju2 (termasuk kain atau baju sutra Thailand) dan kaos. Segala macam barang kerajinan khas Thailand atau pernak-pernik souvenir (bros, dompet, gantungan kunci, hiasan dinding, boneka, semua bergambar gajah yang lucu-lucu dan menarik) cocok untuk dijadikan oleh-oleh juga tersedia lengkap disana. Dan yang pasti harganya kalau pintar menawar bisa lebih murah dibanding kita membelinya di Pratunam atau MBK (Ma Boong Krong). Di Chatuchak ini, orang yang suka belanja pasti betah berlama-lama, dan perlu menyisihkan waktu seharian penuh untuk menjelajah dan memburu barang-barang yang menarik dan sepertinya memang lebih banyak yang menarik. Karena barang apapun tersedia di sini, termasuk makanan/kuliner Thailand . Tentu saja akan sangat menguras energi dan capeknya pasti tak terbayangkan.

Sebenarnya waktu yang paling tepat untuk berkunjung ke pasar ini adalah pagi hari, sekitar pukul 9 atau 10 disaat hampir semua kios telah buka dan belum banyak turis dan warga setempat yang datang pada jam ini. Saya dan kedua teman (kami bertiga) waktu itu pergi ke Chatuchak pada suatu hari minggu di akhir bulan Oktober 2010. Tapi berhubung dari pagi hingga siang kami jalan-jalan ke Wat Pho (Reclining Buddha)dan Grand Palace, akhirnya kami hanya punya waktu kurang lebih 2 jam untuk belanja di pasar ini. Kami ke sana dengan menggunakan tuk-tuk, setelah sebelumnya berkeliling Bangkok. Belanja di Chatuchak market ini harus punya kemampuan untuk menawar yang gigih, paling tidak bisa diperoleh 30% lebih rendah dari nilai awal penjual tersebut menawarkan. Jangan khawatir soal bahasa. Cara bertransaksinyapun unik, kita menawarnya pake kalkulator. Jadi gantian saling pencet tombol kalkulator antara penjual dan pembeli. Saya memperoleh kain biasa yang bermotif khas Thailand dari semula dia tawarkan 750 baht, akhirnya bisa saya dapatkan dengan 500 baht.

[caption id="attachment_230139" align="aligncenter" width="576" caption="Suasana pasar (Sumber : hongkonghustle.com)"]

13588018651508270191

[/caption]

Ketika asyik-asyiknya sedang berjalan, saya mengira dua orang teman masih berjalan di belakang saya, karena saya pikir sudah cukup barang-barang yang kami beli, tapi ternyata ketika saya tengok ke belakang, tak terlihat sosok mereka. Justru yang saya lihat di sekeliling adalah orang yang begitu banyak, yaitu pengunjung lokal dan turis. Saya kembali ke tempat sebelumnya menyusuri jalan-jalan yang telah terlewati, tapi mengingat saya berada di pasar yang sangat luas, tempat yang asing, ditambah ribuan pengunjung, mereka tidak bakal saya temukan (belakangan saya tahu ternyata mereka masih tertarik untuk membeli barang dan spontan masuk saja ke kios tersebut tapi lupa memberitahu saya yang berjalan di depannya). Saya coba menghubungi mereka tetapi tidak bisa, kalaupun bisa sulit sekali kami bisa bertemu. Mulai ada rasa panik. Bagaimana tidak? Saya merasa sendirian di tengah banyak orang asing dari berbagai negara, berada di tempat yang asing, dan bahasanya tidak mengerti pula. Apalagi waktu itu saya belum shalat, padahal hari sudah menjelang sore.

Saya mencoba menenangkan diri, yang pertama saya lakukan adalah mencari petugas (mungkin satpam atau polisi) yang kiranya bisaditanya kemana jalan keluar dari pasar. Ketika bertemu ada dua orang petugas, tapi apa daya ketika ditanya mereka tidak mengerti bahasa Inggris. Saya coba terus berjalan, ketika berbelok saya menemukan stasiun MRT ke bawah tanah. Tapi saya pikir percuma kalau saya naik MRT, karena saya tidak tahu nama stasiun terdekat dengan hotel dimana saya harus turun. Apalagi teman saya yang membawa kertas hasil print tentang rute BTS dan MRT. Payah memang, beginilah kalau tergantung dengan teman (tidak mempersiapkan sendiri, karena percaya pergi bersama-sama, tentu akan pulang sama-sama pula). Baru semalam kami tiba di Bangkok dan hari itu adalah hari pertama saya jalan-jalan. Dan pagi-pagi ketika mau berangkat berkeliling Bangkok, kami naik BTS bukan MRT. Tentunya stasiun BTS dan MRT berbeda karena BTS di atas dan MRT di bawah tanah. Bagaimana saya tahu jalan dari stasiun MRT menuju ke hotel dengan berjalan kaki nanti? Padahal waktu paginya kami berangkat, jarak dari hotel ke stasiun BTS lebih kurang sekitar 250 meter, lumayan jauh juga untuk berjalan kaki.

[caption id="attachment_201569" align="aligncenter" width="300" caption="Souvenir tas (dok. pribadi)"]

1345656950389809360

[/caption] [caption id="attachment_201570" align="aligncenter" width="300" caption="Souvenir bros (dok. pribadi)"]

1345657167746842629

[/caption] Segera saya putuskan untuk keluar mencari jalan besar. Alhamdulillah saya hafal alamat hotelnya (karena malam sebelumnya ketika tiba di Bangkok, pak sopir taksi tidak mengerti bahasa Inggris dan yang lebih parah tidak bisa membaca huruf latin alamat hotel dan nama hotel, jadi kami hafal alamatnya, Honey Hotel, Sukhumvit soi 19). Saya mencoba keluar dari pasar dengan mengikuti hati ke mana kaki melangkah. Akhirnya setelah beberapa lama saya temukan jalan besar, dengan senangnya saya panggil taksi, saya sebutkan alamat hotel, dan akhirnya pulang ke hotel sendirian. Alhamdulillah baru jam 5 kurang dan saya yang memegang kunci kamarnya. Kalau saya mengingatnya sekarang, sebenarnya agak riskan juga naik taksi sendirian, di tempat asing dengan orang asing dan bahasa asing. Kalau sopir taksi tersebut berniat buruk bagaimana coba? Pasti saya tidak berdaya. Syukur Alhamdulillah saya bertemu sopir taksi yang baik. Dan mungkin juga kondisi saya yang perutnya membesar karena hamil 6 bulan anak ketiga juga menolong saya, mana tega orang akan berbuat jahat. Dengan pengalaman ini setiap bepergian ke luar negeri, kalau keluar dari hotel saya selalu mengantungi kartu nama hotel. Seandainya impian saya terkabul (amiin) bisa ke Grand Bazaar, pasar yang juga sangat luas di Istanbul itu, saya harap pengalaman yang mengesankan ini tidak akan terulang kembali. Dan juga semoga pengalaman yang sama tidak terjadi pada anda.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline