Lihat ke Halaman Asli

Herry Gunawan

seorang pemuda yang peduli

Salah Satu Tugas di Era Milenial adalah Mereduksi Radikalisme

Diperbarui: 7 Desember 2019   11:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia Damai - kompasiana.com/fajar

Isu radikalisme memang sudah mulai mengganggu Indonesia sejak dulu. Dulu ada pemberontakan DI/TII yang dikomandoi Kartosuwiryo. Pemberontakan yang terjadi pada 1948 itu, bertujuan untuk mendirikan negara yang didasarkan pada syariat Islam yang kemudian disebut negara Islam Indonesia (NII).

Pemberontakan itu pun kemudian terus meluas ke Aceh, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan hingga ke Jawa Tengah. Setelah berhasil ditumpas, embrio NII ini kemudian melahirkan JI yang membuat khawatir semua negara karena aktifitas terornya.

Kelompok JI berhasil ditumpas, dan kembali memunculkan kelompok baru. Saat ini, kelompok yang masih terus berusaha menunjukkan eksistensinya adalah kelompok Jamaah Anshorut Daulah (JAD).

Kelompok ini berafiliasi dengan ISIS dan kemudian menebar teror di Indonesia. Usai ledakan bom gereja di Surabaya beberapa tahun lalu, kelompok JAD ini mulai menurunkan tensi terornya. Bisa jadi karena belum adanya sosok figur dalam kelompok ini. Karena elit pimpinannya sudah ditahan semuanya.

Bibit radikalisme tidak sepenuhnya hilang. Jaringan kelompok radikal terus melakukan propaganda, untuk mendapatkan korban-korban baru. Seiring dengan kemajuan zaman, kelompok ini juga sering menggunakan media sosial untuk menyebarkan propagandanya.

Dan kelompok yang paling banyak disasar adalah anak muda. Karena pengguna media sosial banyak didominasi oleh anak muda. Dan hal ini terbukti dalam berbagai riset, para pelaku terorisme didominasi oleh anak muda dengan pendidikan SMA.

Fakta ini harus menjadi keprihatinan kita bersama. Jangan lagi diam melihat semua ini. Betul bahwa kelompok intoleran ini jumlahnya sedikit, namun ketikan provokasi dan hoaks disebar, ketika sisi religius masyarakat diganggu oleh provokasi, tentu akan banyak masyarakat yang marah.

Dan ketika amarah massal itu terjadi, disitulah berpotensi akan melahirkan perilaku intoleran dan radikal. Hal ini lah yang bisa sewaktu-waktu terjadi di sekitar kita.

Dan menjadi tugas kita bersama untuk mereduksi bibit radikalisme. Apalagi mulai banyak ormas-ormas yang secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap khilafah. Banyak juga yang secara terbuka melakukan persekusi, dengan alasan menegakkan kebenaran dan lain sebagainya. Padahal, tidak ada kebenaran ditegakkan dengan cara melanggar kebenaran itu sendiri.

Mari kita saling mengingatkan dan memberikan contoh pada generasi penerus, agar tetap menjadi generasi yang toleran, yang menghargai keberagaman, tetap menjunjung tinggi kemanusiaan serta persatuan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline