Lihat ke Halaman Asli

"Self Love" Itu Juga Penting, Tolong Diri Sendiri Dulu Baru Tolong Orang Lain

Diperbarui: 25 Januari 2020   21:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: freepik.com

Sore kemarin, sebuah iklan dari platform crowdfunding yang mengumpulkan dana dari berbagai orang untuk membantu orang sedang lewat di beranda Facebook saya. Ada satu caption video yang membuat saya tertegun. 

Ibu X tidak menghiraukan sakit di rahimnya. Selama bertahun-tahun dia kuat menahan sakit, demi menolong anak yatim piatu dan seterusnya. Saat ini dia sudah tidak bisa bertahan dan tak mampu menahan sakit. Suaminya yang hanya bekerja sebagai A, dengan gaji hanya 3 juta cuma bisa melihat istrinya kesakitan. 

Menahan sakit, karena bela-belain nolong anak yatim piatu dan orang tidak mampu?

Menahan sakit? menahan sakit gitu loh. Apakah ini benar Kita tidak mempedulikan kondisi diri sendiri?

Kalau sudah seperti itu, rahim harus diangkat, kesakitan sangat, mau operasi nggak punya biaya? terus bagaimana?

Saya berkali-kali merenungkan hal ini. Apakah ya benar punya sikap hidup seperti itu?

Saya sangat bersimpati dan salut dengan kebaikan hati si ibu. Ataupun kebaikan hati orang lain. Bahkan kebaikan si crowdfunding yang kadang bikin saya heran juga sih, "bukannya sudah ada BPJS?", "Kenapa membiarkan ibu kesakitan tanpa ada tindakan medis?". Tapi sudahlah bukan itu yang mau saya bahas di sini. 

Saya pernah mengalami momen ingin sekali membantu orang, tapi hidup saya berantakan. Keuangan jadi makin kembang kempis. Kondisi rumah tangga juga lumayan kena dampak. Mengapa? Ya karena saya konsentrasi untuk membantu orang lain itu dan abai dengan diri saya sendiri. 

Saat itu saya tetep keukeuh dan bersikeras, bahwa membantu orang lebih penting daripada saya sendiri. Kalau ini didengar orang, juga keren kan? Berkorban demi orang lain, abak belur demi kesejahteraan orang lain. Hancur pun tak apa, asal mereka jadi orang berguna.

Kenyataannya, saya menjadi tidak produktif. Ketidakenakan hati muncul. Namanya keuangan juga bakal jadi masalah juga. Mikir sulit, karena kepikiran yang mau ditolong. Tapi saya bertahan mati-matian membela. 

Akan tetapi sampai juga ke "gong"-nya. Suatu hari, di suatu peristiwa, nih orang yang saya tolong melakukan kesalahan yang sangat fatal. Saya merasa sangat dikhianati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline