Lihat ke Halaman Asli

Hendra Fahrizal

Certified Filmmaker and Script Writer.

Hikmah Belum Memiliki Anak

Diperbarui: 3 Juli 2017   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjelang lima tahun pernikahan, saya belum juga dianugerahi anak. Tentu membahas soal itu tak ada habisnya, baik dari sisi medik sampai urusan sosial, religi hingga klenik. Saya tak ingin membahas soal itu.

Terkadang, pertanyaan teman-teman saya tanggapi santai, --mungkin karena keterbatasan etika mereka -- walaupun pembicaraan soal itu mestinya sudah boleh menjadi ranah ketidaksopanan sebagaimana hal lain telah diatur untuk tak boleh sembarang ditanyakan, seperti contohnya saat kita bertanya berapa saldo direkeningmu.

Saya ingin bicara soal hikmah. Adakah hikmahnya bila tak memiliki anak, selain merasa menjadi manusia yang belum beruntung.

Dulu saya tak ingin berpikir soal ini, karena saya hanya ingin menghibur diri. Contohnya, bila kita tak memiliki anak, maka kita tak memiliki tanggungjawab apa-apa, karena anak itu adalah titipan. Tak ada sesuatu yang dititipkan, maka berbahagialah untuk diri kita saja. Tak ada beban yang dipikul. Sampai saat itu saya hanya menganggap itu hanya pikiran menghibur diri. Karena itu, pikiran semacam itu tak pernah saya lontarkan dalam pembicaraan diantara teman-teman. Kelihatannya egosentris dan rentan di bully.

Tapi, kini saya tak memungkiri, ternyata, ada beberapa faktor lain, yang membuat saya, ada kejadian lain yang akhirnya saya berpikir memang ada hikmahnya dalam setiap hal yang kita alami, semua itu terjadi beruntun dengan tiga kejadian dalam 2 bulan ini.

Pertama, teman dekat saya meninggal dunia. Turut berduka untuknya dan keluarga. Ia lebih muda setahun dari saya. Berarti ia meninggal di usia 36. Muda sekali. Meninggalkan dua anak yang masih kecil. Saya berpikir, jika Tuhan berkehendak, mana yang lebih indah bila belum punya anak atau kita dipanggil lebih cepat oleh yang maha kuasa? Meninggalkan anak-anak kita yang masih butuh sosok ayah? Bila saya membandingkan, mana yang lebih beruntung bila saya belum punya anak (atau terlambat punya anak) dengan kondisi yang teman saya alami, saya akan berpikir saya lebih beruntung.

Kedua, seorang teman saya sesama pengajar, terkena stroke dan pecah pembuluh darah dikepalanya. Saya turut pula berduka untuk teman saya itu. Saya jadi berpikir, andaipun saya tak memiliki anak karena faktor saya, bukan faktor istri saya, saya lebih beruntung, Tuhan mencabut nikmat tubuh saya tapi saya tak merasakan sakit sebagaimana yang dialami oleh teman saya. Ketika saya menjenguk teman saya, melihat kondisinya yang memilukan, saya berterimakasih Tuhan dengan atas apa yang ia berikan. Ia berikan kesehatan saya untuk masih dapat berbicara, dengan rejekinya. Saya tiba-tiba masih sangat beruntung sebagai manusia.

Ketiga, seorang teman saya bercerai. Ia sudah punya anak perempuan usia 2 tahun. Bila hal ini terjadi, mungkin kita sejenak akan berpikir dan mengintropeksi diri sendiri mengapa kita menikah. Mungkin, ada hal-hal yang belum habis dalam perenungan kita. Apa tujuan menikah? Mungkin ada hal-hal yang harus kita perbaiki dalam pernikahan kita, salah satunya memperbaiki kualitas pernikahan kita. Karena bila kita akhirnya menikah, lalu malah bercerai, untuk apa?

Saya jadi ingat, ketika kecil, guru ngaji saya bercerita, bila kamu merasa tak beruntung dalam hidup, lihatlah kebawah, bagaimana ada orang lebih miskin makan sekali sehari. Bila kamu miskin karena makan sehari sekali, lihatlah kebawah lagi, ada yang cacat tak punya tangan dan kaki. Bila kamu cacat tak punya tangan dan kaki, lihatlah kebawah, ada yang lumpuh sama sekali.

Ketiga kejadian itu beruntun terjadi dalam 2 bulan ini, pada masa menjelang 5 tahun pernikahan, yang dianggap sebagai angka bulat untuk menjadi apatis. Ah, mungkin ini sebuah cara Tuhan menunjukkan kepada saya, bahwa hidupmu masih jauh lebih indah dibandingkan yang lain. Yang punya anak juga bahkan punya bagian kelam dan suram dalam perjalanan hidupnya.

Hingga hari ini, saya tetap masih menjadi lelaki yang beruntung.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline