Lihat ke Halaman Asli

Helen Adelina

Passionate Learner

Opini Seorang Silent Reader tentang Para Kompasianer

Diperbarui: 3 April 2021   16:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebenarnya saya sudah lama menjadi seorang silent reader Kompasiana. Kalau tidak salah ingat, sejak tahun 2014, pas lagi hangat-hangatnya pemilu. Saya cukup kagum dengan beberapa kompasianer, yang tulisannya cukup mumpuni buat saya. 

Ini juga yang membuat saya merasa inferior untuk menulis di Kompasiana. Saya merasa menulis di Kompasiana bukan level saya. Bulan ini, saya akhirnya memberanikan diri memutuskan menjadi newbie di Kompasiana.

Selama lebih dari enam tahun menjadi seorang silent reader, saya merasa akrab dengan para kompasioner meskipun tidak kenal dan tidak pernah berinteraksi secara langsung. 

Saya akan menuliskan opini saya tentang beberapa kompasioner yang berkesan buat saya. Mohon jangan ditimpuk ya. Kalau opini saya kurang berkenan, harap maklum. He he he

Kompasioner yang pertama muncul di pikiran saya adalah Profesor Pebrianov. Tulisan-tulisan beliau ini cukup kocak mengocok perut. Entah itu terkait topik terkini yang sedang hangat dibicarakan seperti Ibu Tejo, isu politik, ataupun sepakbola. Semuanya dikemas dengan serius tapi kocak. 

Pikiran-pikiran beliau yang mendalam dan wawasan yang luas dapat kita lihat dari tulisannya, tanpa ada rasa menggurui. Kalau kata Engkong Felix Tani, dasar semprul, kenthir. 

Seringkali saya tertawa-tawa sendiri di dalam bus trans Jakarta dalam perjalanan pulang dari kantor, sampai-sampai saya dilihatin penumpang yang duduk di sebelah. Untung saya tidak diusir karena dianggap orang gila. 

Saya berandai-andai, kalau misalnya dulu saya bertemu Prof Pev di kampus gajah, saya akan mentraktir beliau makan di kantin arsitek. Eh, masih ada gak sih, Prof kantin arsitek? Sayangnya kompasioner favorit saya ini sudah jarang sekali menulis akhir-akhir ini. Padahal saya merindukan kekenthiran beliau di tengah-tengah keresahan pandemi covid ini.

Kompasioner lainnya yang tak kalah menarik perhatian saya tidak lain tidak bukan adalahlah Engkong Felix Tani. Sebagai tokoh utama kekenthiran di Kompasiana, sosiolog satu ini menulis beragam genre, mulai dari politik, humor, puisi, edukasi, humaniora dan novel. 

Artikel-artikel beliau yang bersahutan-sahutan dengan Prof Pev dan Daeng Khrisna Pabichara terasa sangat hidup, seakan-akan mereka berbicara langsung berhadap-hadapan. Kita sebagai pembaca seakan-akan diajak masuk dalam oboran para tokoh kenthir Kompasiana ini. 

Si Poltak adalah salah satu tulisan beliau yang saya tunggu-tunggu. Kepolosan dan keluguan si Poltak, sekaligus kesialan dan keberuntungannya, dikemas menyatu dengan gambaran kondisi sosial dan budaya masyarakat di mana Poltak tinggal. Untuk isu-isu sosiologi, ada satu orang lagi yang menjadi sparing patner Engkong Felix. Beliau adalah S. Aji.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline