Lihat ke Halaman Asli

Didi Jagadita

pegawai swasta

Saling Hargai Keyakinan Orang Lain

Diperbarui: 13 November 2019   09:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

indonesia.investment

Indonesia telah melampaui sejarah panjang soal demokrasi, dari demokrasi terpimpin demokrasi Pancasila sampai demokrasi represif ala Soeharto. Tahun 1999 kita sampai pada demokrasi pada era reformasi dan setelah perjalanan selama 20 tahun pada zaman reformasi ini, kita menemukan diri kita jauh dari tataran ideal berdemokrasi.

Salah satu hal penting dalam demokrasi adalah kebebasan; kebebasan berpendapat, mengemukakan pikiran secara lisan dan tulisan dan lain sebagainya. Kebebasan berpendapat bisa saja mengemukakan hal yang berbeda dengan pendapat yang lain. Perbedaan ini memang logis ada dalam tataran demokrasi.

Begitu juga kebebasan dalam memilih agama. Atas nama demokrasi dimungkinkan orang memilih keyakinannya atas pertimbangan banyak hal. Semua dijamin dalam Undang-undang dan dasar negara kita, Pancasila.

Namun yang terjadi pada kita adalah kebebasan itu membuat kita bersikap seenaknya dan tanpa batas. Padahal demokrasi harus dipahami juga bahwa kita punya batas-batas. Batas-batas yang mempengaruhi kebebasan kita adalah orang lain, dalam hal ini hak orang lain.

Jadi semisal kita diberi kue dengan 8 irisan dan diperuntukkan bagi 4 orang, artinya ada dua irisan untuksatu orang. Jika kita ambil 3 irisan untuk kita sama halnya kita  mengambil hak orang lain. Sehingga kita memang diberi kue secara gratis untuk dimakan tapi batasnya hanya 2 iris. Jika mengambil lebih dari itu sama halnya kita semena-mena dan tidak bertanggungjawab atas kebebasan itu.

Sama halnya dengan kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara. Kita punya kebebasan dalam menjalankan agama kita dan batas kita adalah agama orang lain. Menyadari bahwa kita tumbuh di negara dimana banyak hal berbeda. Keyakinan, bahasa, adat dan sebagainya. Sehingga jika kita dibatasi oleh agama orang lain yang merupakan hak orang itu, janganlah tersingging atau antipati.

Seringkali antipati ini juga melahirkan intoleransi terhadap orang atau keyakinan tersebut. Inilah yang membahayakan kehidupan berbangsa kita. Dalam demokrasi, kita memang bebas soal keyakinan kita dan atau menyebarkan keyakinan itu tapi tidak berhak untuk mengatakan bahwa keyakinan orang lain salah atau keliru, lalu kita berbuat sesuatu pada mereka, seperti yang dilakukan keluarga pengebom tiga gereja di Surabaya. Hal ini sangat tidak sesuai dengan cara berbangsa bernegara kita.

Mari bersama-sama kita membangun rasa saling menghargai soal perbedaan dan tidak menganggap keyakinan kita sebagai satu-satunya keyakinan di Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline