Lihat ke Halaman Asli

Hayyun Nur

Penulis dan Pemerhati Sosial

Disertasi Milk Al Yamin dan Minimnya Tradisi Literasi

Diperbarui: 6 September 2019   08:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Disertasi Milk al-Yamin dan Minimnya Tradisi Literasi

=Hayyun ZSavana=

Wawancara di salah satu stasiun tv  itu, sangat tidak memadai. Bila dimaksudkan untuk menjelaskan isi disertasi yang heboh itu secara utuh. Ada banyak bias dan distorsi di sana. 

Selain karena keterbatasan waktu, Abdul Aziz sendiri nampak kurang artikulatif ketika menjelaskan substansi gagasan disertasinya. Tapi ada banyak orang sudah merasa cukup dengan wawancara singkat itu. Lalu terburu-buru mengambil kesimpulan negatif. Umumnya menyudutkan sang penulis.

Disertasi itu memang berhasil membuat heboh. Kehebohan itu  diawali oleh berita di beberapa media massa. Biang keladi kehebohan berpangkal dari judul berita yang terkesan lebih menonjolkan unsur sensasionalnya ketimbang substansi. 

Bahkan sejak dari judul beritanya. Tentang hal inilah klarifikasi dari pihak UIN Sunan Kalijaga mula-mula dilakukan.  Merasa tidak cukup sekedar dengan  klarifikasi di media, pihak UIN merasa perlu  mengadakan jumpa pers khusus untuk itu.

Jumpa pers itu dilengkapi dengan press realease lengkap. Meliputi penjelasan  promotor dan seluruh penguji. Juga Rektor UIN Yogya yang hadir secara khusus di forum itu.

Minimal membaca press realease itu, gambaran jelas tentang isi disertasi setebal 400 halaman lebih itu berikut  hal sebenarnya yang terjadi, dapat diperoleh. Paling tidak sebagai informasi awal. Dan itu tidak persis seperti yang dihebohkan. Apalagi yang terlanjur dituduhkan kepada Abdul Aziz.

Tapi kehebohan memang terlanjur berkembang. Bahkan mengarah kepada situasi yang tidak produktif. Ada caci maki, ada tudingan sesat, murtad bahkan kafir. Dilengkapi dengan ancaman dan teror psikis kepada Abdul Aziz dan keluarga. Sampai-sampai Abdul Aziz terpaksa harus menyampaikan permintaan maaf.

Permintaan maaf ini sebenarnya tidak perlu dilakukan.  Permintaan maaf penulis itu justru mengecewakan secara intelektual dan akademik. Penulis mestinya tak perlu meminta maaf kepada siapapun. Sebuah karya ilmiah tidak boleh tunduk pada persekusi dan bulliying. 

Apalagi itu oleh netizen yang sebenarnya tak paham persoalan.  Lagi minus tradisi intelektual. Tak ada yang perlu dimintakan maaf untuk sebuah pemikiran ilmiah. Sesesat apapun pemikiran itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline