Lihat ke Halaman Asli

Haris Fauzi

Pembelajar

Reuni 212 dan Cocoklogi Nomor Al Quran

Diperbarui: 10 Desember 2018   06:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cocoklogi dalam teks keagamaan adalah tindakan serampangan tanpa berdasrkan ilmu. || Sumber Gambar: Islam Diaries

Sebuah pesan masuk ke grup whatsapp android saya. Entah siapa yang mengirim, saya tidak tahu menahu karena namanya tidak tercatat. Namun isi broadcast itu menarik untuk direnungkan. Kemudian temen lain di grup disana bertanya, bolehkah mempercayai broadcast dan kabar yang beredar bahwa ternyata ada kesesuaian antara tanggal reuni 212 dengan nomor ayat di Al-Quran. 

Konon angka itu kalau dicocokkan dengan nomor surat dan ayat Al-Quran ternyata terkait dengan perilaku mereka. Lalu ramailah pembicaraan seakan Al-Quran menyimpan informasi tentang perilaku manusia di dunia. Ironis memang dengan upaya cocoklogi yang diberikan.

Penomoran surat dan ayat di Al-Quran bukanlah ditetapkan dari teks keagamaan secara langsung. Penomoran tersebut dilakukan atas campur tangan manusia, sebagaimana perbedaan penulisan teks Al-Quran di sekian banyak mushaf yang pasti berbeda jumlah halamannya. Lafadz Al-Quran itu memang dari Allah, tetapi penomoran surat dan ayat hanya buatan manusia, meski tetap berdasarkan petunjuk dari Rasulullah. Tetapi penomoran itu tidak baku, sangat mungkin berbeda dan bervariasi.
Pemahaman Ngawur dan Serampangan

Bagaimana mungkin Al-Quran menyimpan pesan yang hanya dikhususkan untuk satu zaman saja? Itu pertanyaan yang mendasar bagaimana orang mengkaitkan sebuah demonstrasi dengan ayat Al-Quran. 

Sungguh tak etis sebuah teks keagaaman diseret ke ranah politis. Lafadz Al-Quran memang dari Allah yang sampai kepada kita sepanjang 14 abad dengan proses periwayatan yang mutawatir. Tetapi urusan penomoran ayat ternyata tidak merupakan ketetapan dari Allah. Karena itulah kita menemukan beberapa ulama berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah total ayat Al-Quran.

Perbedaan dalam menghitung jumlah ayat ini sama sekali tidak menodai Al-Quran. Kasusnya sama dengan perbedaan jumlah halaman mushaf dari berbagai versi percetakan. Ada mushfah yang tipis dan sedikit mengandung halaman, tapi juga ada mushfah yang tebal dan mengandung banyak halaman. Yang membedakanya adalah ukuran font, jenis dan tata letak  halaman mushaf.

Tidak ada ketetapan dari Nabi bahwa Al-Quran itu harus dicetak dengan jumlah halaman tertentu hal tersebut tentu berkaitan bahwa nomor ayat tersebut bersifat nisbi.

Al-Quran sejak awal diturunkan tidak pernah disebutkan mengandung informasi dunia teknologi atau sebuah peristiwa spesifik. Apalagi hanya dikaitkan dengan nomor surat atau ayat di dalamnya. Penomoran ayat memang buatan manusia, sama sekali tidak datang dari Allah  Jadi kalau dipercayai sebagai bagian dari wahyu, sungguh sebuah kekeliruan yang fatal. Memang benar bahwa Al-Quran adalah kitab petunjuk, tetapi tentu saja bukan petunjuk yang terkait dengan hal teknis. Al-Quran jelas sekali tidak diturunkan untuk kebutuhan seperti itu. Kalau Al-Quran diyakini sebagai buku referensi teknologi, berarti kita secara tidak langsung telah menuduh Nabi Muhammad SAW telah zalim atau tidak mengerti Al-Quran.

Betapa bodohnya kalau memang begitu, Al-Quran ternyata tidak lebih hanya dijadikan buku teka-teki yang angka di dalamnya diotak-atik untuk mendukung atau menolak sebuah demonstrasi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline