Lihat ke Halaman Asli

Salah Pilih

Diperbarui: 26 Juni 2018   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

'Good decisions come from experience, experience come from a bad decision'.

(Unknown author)

Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu, saat saya masih berkantor di bilangan Simatupang, Jakarta Selatan. Ketika sedang makan siang di sebuah caf di daerah Fatmawati,  seorang kawan kantor tetiba nyeletuk , "Kenapa ya, kok hidupku ini selalu sial?"

Kawan lain hanya menanggapi celetukan teman yang satu ini sambil terus mengunyah makanan masing-masing. Rerata malah menanggapi dengan gaya pesimistis yang nyaris sama, "Jalani saja hidup ini, sial atau beruntung itu sudah ada yang mengatur.."

Namun anehnya, mendengar celetukan ini, meminjam istilah Peter Parker, justru indera laba-laba saya berdencing. "Something wrong with this guy", pikir saya. Another mental block telah melingkupi pikiran kawan saya ini. Saya tidak bisa diam saja membiarkan seorang kawan terpenjara oleh pikirannya sendiri seperti ini. Saya harus segera bertindak.

Namun alih-alih menjawab pertanyaannya, saya malah balik tanya, "Tahu nggak, kenapa hidup Anda SELALU sial?"

"Ya nggaklah, makanya saya juga lagi bingung..", jawabnya sekenanya.

"Anda SELALU sial karena Anda yang minta!", kata saya dengan santai. Setengah melotot dia kemudian menyela, "Eh, jangan sembarangan ngomong ya. Siapa sih yang mau sial?"

"Oke, kalem Bro. Coba sekarang ceritakan apa yang membuat Anda berpikir selalu sial?", saya coba tenangkan dia, sambil menggali lebih dalam lagi masalah yang membuatnya merasa selalu sial.

Dengan penuh semangat dia kemudian bercerita mengenai istrinya yang  selalu mengeluh, tidak pernah menerima apa yang sudah diberikannya. Anak-anaknya juga menurut dia sangat bandel, tidak mau mendengarkan kata orang tuanya. Kalau disuruh belajar atau shalat susahnya minta ampun. Belum lagi perlakuan atasan yang semena-mena. Apapun yang dikerjakan selalu disalahkan. Sudah begitu dia merasa gajinya juga terlalu kecil dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline