Lihat ke Halaman Asli

Hariadhi

Desainer

Murah-Meriah Mengunjungi Kampung Bu Susi

Diperbarui: 12 Agustus 2019   00:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumentasi Pribadi

"Tom gue mau ke Rangkasbitung, hehe.Ikut yuk?" Saya mengajak Tommy untuk bertualang lagi. "Ntar aja" Kata Tommy. Tampaknya dia belum berminat untuk jalan-jalan lagi. Saya sendiri juga sebenarnya tidak ada niat jalan-jalan jauh karena uang tabungan sedang seret juga, jadi memilih perjalanan yang dekat-dekat saja ke Banten. 

Berdasarkan info yang saya search di internet, katanya kereta ke Rangkasbitung adalah salah satu perjalanan panjang kereta api yang terhitung murah, karena cukup dengan perjalanan Commuter Line.

Namun di tengah jalan sebelum memesan Gojek ke stasiun KRL terdekat, pikiran saya melayang. Tahun lalu pernah berniat main-main ke Pangandaran. Maka saya tanya lagi Tommy. "Kalau ke Pangandaran ada keretanya ga sih, Tom?" Saya selalu mengandalkan Tommy untuk informasi rute perjalanan dan tujuan wisata yang bagus. Karena terus terang dia lebih komplit sejarah travellingnya dibanding saya.

"Ada lho sekarang kereta ke Banjar. Tapi penuh sesak kalau weekend," Demikian info dari Tommy. Saya pun iseng mencari alternatif perjalanan darat lainnya, sebab naik pesawat kecil dan turun di landasan yang dulu dibuat Bu Susi Pudjiastuti di halaman rumahnya, jelas mahal.

Saya cek bus. Ternyata tersedia di Kampung Rambutan. Saya bolak balik, ada bus langsung, ada juga yang transit dulu di Banjar atau Tasik, baru melanjutkan lagi ke Pangandaran. Ulu Tommy menyarankan transit dulu di Banjar. 

Tapi saya menemukan bahwa ternyata yang langsung ke Pangandaran pun tersedia dan kalau ditotal biaya perjalanannya malah lebih murah. Lagi pula sudah lama saya memang ingin merasakan sedikit jalur pantai selatan Jawa.

Angkut! Ayo ke Kampung Rambutan, Pak!

Foto: Dokumentasi Pribadi

Terlalu cepat datang ke Kampung Rambutan, akhirnya saya bengong pukul 03:00 pagi hari. Hahaha. Nyebelin ya? Tapi syukurnya Terminal Kampung Rambutan tidak seburuk rupa dulu saat saya masih harus menggunakan bus untuk bolak balik Jakarta-Bandung saat masih SMA. Terminal ini kini lebih bersih dan rapi, walaupun pedagang kaki lima masih ada di beberapa sudut, namun terlihat lebih rapi. Calo-calo sudah tidak ada lagi mengerubungi. Begitu saya tanya petugas, saya langsung diarahkan ke tempat parkir bus Jakarta-Pangandaran.

Pusing duduk melamun saja, saya kemudian mencari tukang urut yang biasanya berkeliaran di sekitaran terminal. Benar saja, di pojokan, dekat ruang pengawas, ada tukang urut yang matanya buta sebelah. Pak Jeki Namanya. Mengurutnya berpengalaman, "Sudah sepuluh tahun belakangan. Dapat ilmu turun-temurun dari orangtua saya," sahutnya yakin.

Memang benar. Saat dipijit, ia meletakkan jari-jemarinya dengan tepat, sehingga saya tidak perlu menjerit kesakitan namun pegal-pegal pun hilang tiada sisa. "Bapak ini ada penyumbatan di beberapa pembuluh darah. Sini saya pijit!" Sahutnya yakin. Ajaib, hanya beberapa kali tekan, benar beberapa rasa sakit dan pegal di telapak kaki dan tangan saya hilang.

"Nanti baru ada jam 7:00. Tunggu saja dulu, kalau mau cepat naiknya yang ke Banjar dulu. Baru nyambung," kata seorang calon penumpang menyarankan ke saya. Saya masih ngotot mau naik langsung ke Pangandaran. Soalnya masih mempertimbangkan biaya. Namun saat bis yang dimaksud datang pukul 5:30, saya terus terang kecewa. Delapan jam perjalanan non stop tanpa toilet!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline