Lihat ke Halaman Asli

Hani Rai

Belajar jadi petani

Rumah Hemat Energi Menuju Net Zero Emission

Diperbarui: 23 Oktober 2021   11:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada pembangkit listrik di atap rumah (dok pribadi)

Manusia bergerak butuh energi. Mesin bekerja butuh energi. Bumi punya sumber energi. Energi dari minyak bumi dan batubara akan habis tanpa terganti. Krisis energi bisa terjadi jika kita tidak melakukan perubahan. Saat ini, dunia butuh sumber energi baru, yakni energi hijau atau energi yang dapat diperbaharui, misalnya tenaga surya, tenaga bayu, dan biogas.

Usaha energi ramah lingkungan telah dimulai. Di Minahasa, panel-panel surya PLTS Likupang menopang kelistrikan jaringan PLN Sulawesi Utara - Gorontalo. Di Sulawesi Selatan, baling-baling PLTB berdiri tegap di Sidrap dan Jeneponto. Kincir-kincir angin menari di langit Sumba membawa asa baru. Panel surya apung terpasang di Waduk Cirata dan Jatibarang. Kini, mall, kantor, dan pabrik di kota besar di Jawa mulai memasang solar cell.

Kesadaran akan kebutuhan energi hijau mulai muncul. Inovasi dan investasi pun makin berkembang, bahkan Indonesia memasang target net zero emission pada 2060, tiga puluh sembilan tahun dari sekarang. Ini bukan waktu yang singkat.. Lalu apa yang bisa kita mulai di rumah  ?

Ada Pembangkit Listrik di Atap Rumah

Sebagai warga dunia (world citizen), kita perlu berpartisipasi untuk bumi yang lebih lestari. Sadarkah, kalau selama ini, listrik PLN yang kita nikmati bersumber dari batubara? Suatu saat batubara akan habis, mungkin juga sedang krisis. Jika alat dan mesin listrik masih di charge dengan listrik PLN, sesungguhnya kita masih menggunakan energi tak terbarukan. Kecuali, kita punya sumber energi hijau sendiri. Seperti apakah itu dan bagaimana caranya ?

Menghadirkan pembangkit listrik di rumah ! Kita bisa memasang panel surya, kincir angin, atau mengelola biogas. Usaha ini bukan hal yang mudah dan murah dan tidak setiap wilayah memiliki potensinya. Jika kita tinggal di kota, memasang panel surya adalah salah satu jawabannya. 

Sebagai awalan, kita perlu menghitung konsumsi listrik dan daya yang dipakai. Misalnya untuk rumah dengan penggunaan lampu, kulkas, AC, TV, mesin cuci, rice cooker, menggunakan daya 1300 watt atau 1,3 kWh. Jumlah ini akan cukup dengan panel surya 1 kWp (kilo watt peak). Semakin besar konsumsi listrik, makin besar pula panel surya yang dibutuhkan.

Berapa biayanya? Untuk 1 kWP panel surya, biayanya USD $1000 atau Rp 14-18 juta. Lumayan mahal ya. Belum massalnya tenaga surya di Indonesia dan material yang masih impor membuat harga panel surya cukup tinggi. Namun dengan pembersihan dan perawatan yang tepat, panel surya akan bertahan 20-30 tahun ! Jadi boleh dikatakan, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap atau panel surya merupakan sebuah investasi.

“Ya, Saya Mau Pasang Panel Surya !”

Mari kita rencanakan PLTS Atap di rumah. Pertama, kita perlu tahu di mana kita berada (kalau perlu buka atlas). Jika rumah kita di selatan khatulistiwa, maka matahari berada di utara, sehingga panel surya dipasang menghadap ke utara. Jika kita di utara khatulistiwa, maka panel surya akan menghadap selatan.

Lalu, mari cermati bagian atas rumah kita. Di manakah lokasi ideal, yang mendapat sinar matahari optimal, tidak terhalang bangunan tetangga ataupun pohon tinggi ? Di rooftop dak, atap, atau lainnya? Jika di atap, perhatikan kemiringan dan luas permukaannya. Kemiringan yang disarankan di Indonesia adalah 5-15 derajat. Jika ada rooftop datar, kita perlu mempersiapkan tiang/penyangga panel. Jika atap rumah curam dan sempit, atau atap rumah menghadap ke barat-timur, kita akan memerlukan penyesuaian-penyesuaian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline