Lihat ke Halaman Asli

Hanif Galih Pratama

Economist, Traveler, Writer

Seandainya Pandemi Tak Kunjung Usai

Diperbarui: 19 Juli 2021   14:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kata "pandemi" dan "covid" sudah bergaung di telinga hampir 1,5 tahun. Kita dibuat tidak bosan bukan karena pandemi ini semakin menarik, melainkan semakin berbahaya dan semakin banyak menelan korban. Dahulu kita mendengar mereka yang meregang nyawa bukanlah orang yang kita kenal. Belakangan ini kabar duka justru semakin banyak berdatangan dari kerabat terdekat, teman, dan bahkan saudara sendiri. 

Mau merasa jenuh kok ya gak bisa. Mau cuek menganggap covid sudah hilang, tapi sirine ambulan masih sahut menyahut terdengar dari jendela. Terkadang saya berfikir apakah mungkin pandemi ini tidak akan hilang? Belum selesai satu varian, muncul lagi varian yang lain. Sesudah alpha, beta, delta, kapa, entah berapa banyak lagi yang akan muncul. Manusia dipaksa beradaptasi dengan berbagai skema kehidupan baru. Yang menjadi pertanyaan adalah, sampai kapan? Bagaimana jika way of life manusia saat ini berjalan seterusnya?

Saya mencoba menebak-nebak bagaimana skenario kehidupan yang mungkin terjadi jika pandemi ini tidak akan hilang. Bagaimana kita akan hidup kedepannya selama masih diberikan nafas panjang.

1. Healthy Lifestyle

Manusia sudah sejak lama meninggalkan gaya hidup sehat yang banyak diajarkan leluhur kita dulu. Dari sisi makanan, industri kuliner yang berkembang pesat menggoda lidah untuk berpetualang mencicipi beragam rasa yang (kebanyakan) tidak menyehatkan badan. Gaya hidup masyarakat urban yang banyak beraktifitas di belakang meja pun membuat jasmani kurang leluasa bergerak sehingga stamina badan tidak optimal. Masa pandemi ini telah memaksa kita untuk kembali hidup sehat. Paling tidak membuat konsumi vitamin meningkat.  Bagi mereka yang lebih serius mulai merubah pola makan yang lebih bergizi dan rutin berolahraga. 

Ke depan produk kesehatan seperti vitamin, masker, hand sanitizer, maupun obat-obatan akan menjadi kebutuhan pokok. Sebaliknya penjualan rokok, makanan fast food, alkohol, bisa jadi akan menurun karena perubahan struktural demand di masyarakat. Akan ada industri yang diuntungkan dan dirugikan dalam perubahan situasi ini.  Semoga saja perubahan ini tidak memunculkan oknum-oknum yang menggerus untung secara tidak sehat. 

2. Vaksinasi Rutin

Terlepas dari kontroversi yang beredar di masyarakat, vaksin akan menjadi hal yang rutin kita peroleh. Jikalau virus selalu bermutasi setiap saat, maka pelindung di tubuh manusia harus selalu di "update" secara berkala. Saya memperkirakan kita akan memperoleh vaksin secara reguler seperti yang kita peroleh saat masih kecil dulu. 

Bagaimana dengan para anti-vaksin? Saya kira ke depan masyarakat akan semakin tercerdaskan dengan berbagai kasus kematian akibat virus. Mau tidak mau pola pikir denial yang saat ini masih ada terhadap vaksin, akan sendirinya menerima (atau dipaksa menerima) kalau vaksin ini ternyata bermanfaat. Atau bisa jadi, para anti-vaksin ini akan hilang secara  "natural"? 

3. Populasi yang Terdesentralisasi

Indonesia menempati urutan keempat negara dengan penduduk terbesar di dunia. Populasi negara kita menyumbang 3,5% populasi penduduk dunia. Selain itu kita juga memiliki pulau yang merupakan pulau terpadat penduduknya yaitu Jawa. Berkaca terhadap historis pandemi yang pernah merajalela selama ini, tingkat penularan sangat cepat terjadi antara human to human termasuk virus Covid-19. Fakta ini cukup menyebalkan bagi kita yang mayoritas penduduknya hidup di pulau Jawa. Kalau virus cepat menular antar manusia, maka mobilitas manusia harus dibatasi agar penularan dapat dikendalikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline