Lihat ke Halaman Asli

Tidak Mudah Menjadi Penulis

Diperbarui: 16 Juni 2019   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Penulis | Sumber : C2live.com

Profesi penulis mulai menarik perhatian saya. Menulis sesuatu dan membagikannya kepada orang lain. Namun terbentuk pada tidak tahu apa yang akan saya tulis. Kata populernya, tidak ada ide. Mandek lagi. Software pengolah kata di komputer yang sudah tebuka, terabaikan begitu saja. Saya beralih ke aplikasi lain seperti media sosial. Keinginan menjadi penulis terabaikan seketika itu juga.

Ketika keesokan harinya membaca beberapa tulisan di media, gelora menjadi penulis berkobar lagi. Saya coba membuka aplikasi pengolah kata di komputer. Terbentang lembaran kosong yang siap untuk diisi. 

Tetapi apa ? Saya mulai memaksa otak untuk membongkar memori pengetahuan dan pengalaman yang pernah tersimpan.  Banyak sekali isi memori saya,  ada perjalanan hidup, ada pengetahuan matematika dasar, ada pengetahuan tentang politik praktis, ada pengetahuan tentang media, percintaan, dan lain-lain. Setelah dipilah-pilah dan dipilih tidak ada yang layak untuk dibagikan ke orang lain. 

Pengetahuan saya dangkal, tidak komprehensif, sepihak, tidak berguna dan tidak menarik. Sebelumnya saya pernah diberitahu tulisan yang baik harus menarik, unik, menambah wawasan, dan berguna bagi banyak orang. Atas pertimbangan ini, akhirnya otak panas, capek, tidak jadi tulisan. Stop.

Berselang beberapa minggu, gejolak ingin menjadi penulis berkobar lagi! Ada rasa ingin berbagi pengetahuan. Muncul keinginan saya untuk menolong orang yang membutuhkan. Bukan menulis untuk pamer pengetahuan, takut kualat sama Allah. Bukan juga saya melakukan personal branding.

Penemuan Ide yang menarik

Saya paksakan diri untuk menulis. Buka aplikasi pengolah kata di komputer. Tekad saya "pokoknya harus nulis!".  Sementara saya abaikan kriteria-kriteria tulisan yang baik tadi. Tidak peduli menarik atau tidak tulisan saya. Menarik tidaknya suatu tulisan pembaca yang menilai. Merekalah yang diberi mandat menilai tulisan, bukan penulisnya. Ok, bulatkan tekad, menulis. Pemula seperti saya, kobaran semangat sudah menjadi modal besar menjadi penulis.

Kembali membolak balik tumpukan memori pikiran. Ketemulah ide, cara membuat es teh manis, belajar sabar, cara menabung, cara membaca buku literatur secara cepat. Rasa-rasanya semua ide sudah banyak ditulis orang. 

Sedikit kembali kepada kriteria tulisan yang menarik, sebelumnya pernah saya pernah diberitahu. Tulisan yang menarik apabila memiliki unsur kebaruan (novelty) atau belum banyak ditulis orang. Berpikir kreatif menciptakan yang berbeda.  Jangan mengulang-ngulang tulisan yang sudah banyak ditulis orang. 

Bila tulisan kita mengikuti ide orang,  kita dianggap melakukan paritas. Paritas itu artinya mengekor. Teman saya menasihati dan mengingatkan dengan sebuah kalimat satir tentang ekor. Teman saya berkata, "seindah-indahnya ekor, tempanya selalu di belakang". Maksudnya, bila kita mencaplok ide orang, yang sukses adalah pemilik ide, kita disebut pengekor atau lebih sadis disebut plagiator. Sebaiknya ada unsur orisinalitas.

Menarik juga dapat dilihat dari pengaruh yang ditimbulkan oleh ide tersebut besar. Para pakar jurnalistik menjelaskan kriteria magnitude adalah dampaknya kepada siapa saja. Semakin banyak orang yang terkena dampak, semakin besar magnitude-nya. Ide yang menarik bila memberi pengaruh kepada semakin banyak orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline