Lihat ke Halaman Asli

Halim Pratama

manusia biasa yang saling mengingatkan

Menciptakan Ruang Publik Bebas dari Bibit Intoleransi

Diperbarui: 12 September 2021   09:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta Damai - jalandamai.org

Seiring perkembangan zaman, banyak sekali ruang-ruang publik bermunculan, yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Keberadaan ruang publik ini tidak hanya terdapat di dunia nyata, di dunia maya juga banyak sekali. Dan tidak sedikit dari masyarakat yang memanfaatkan ruang publik ini untuk mewujudkan apa yang diinginkan. 

Contoh, ketika pemerintah membangun taman kota untuk ruang terbuka hijau, bisa dimanfaatkan untuk area bermain anak atau ruang diskusi para orang tua, tanpa harus sibuk ngomongin orang.

Namun tidak jarang ruang publik yang ada di dunia nyata dan maya ini. Banyak kasus intoleransi kembali mengisi ruang-ruang publik. Jika intoleransi di ruang publik ini tidak bisa dikikis, dikhawatirkan bisa memicu terjadinya potensi konflik. 

Terlebih kemajemukan masyarakat Indonesia, berdampak pada berbeda dalam memahami informasi, berbeda dalam literasi. Akibatnya, tidak sedikit dari masyarakat yang mudah marah, karena terprovokasi isu yang terkait SARA, tanpa melakukan cek ricek lagi.

Perilaku intoleransi harus segera disudahi. Mari terus dorong peningkatan literasi, agar generasi maya ini tumbuh menjadi generasi yang smart, yang bisa memahami segalanya dari berbagai sudut. Sehingga, kita tidak melihat berdasarkan kaca mata kuda, yang didasarkan pada satu sudut pandang saja. 

Dengan literasi, kita bisa menjadi lebih logis dan tidak terus dikendalikan oleh prasangka yang tidak berdasarkan data. Prasangka yang berlebihan akan menguatkan bibit intoleransi di dalam diri.

Intoleransi bisa muncul lantaran ketidakmampuan kita dalam menahan diri. Menahan untuk tidak suka, menahan untuk tidak mengganggu, atau perbuatan lain. Makanya Rasulullah SAW pernah bersabda, bahwa jihad yang sesungguhnya adalah perang melawan hawa nafsu. Jika kita tidak bisa mengendalikan nafsu, bibit intoleransi itu akan terus tumbuh subur.

Lalu, bagaimana caranya mengendalikan ruang publik agar tidak dipenuhi bibit intoleransi? Mulailah dari diri sendiri. Mulailah mengunggah pesan-pesan yang menyejukkan dan inspiratif. Tidak perlu mengunggah informasi yang menyesatkan, yang memicu amarah, dan mengandung provokasi. 

Sebarkanlah nilai-nilai kearifan lokal, yang sudah ada sejak dulu. Dalam sudut pandang agama pun, tidak ada agama yang mengajarkan untuk berbuat intoleran. Semua agama justru menganjurkan untuk menebar kasih sayang kepada siapapun.

Semua orang yang beraktifitas di ruang publik, harus bertutur dan berperilaku toleran. Bentuk toleransi ini tidak hanya menghargai, tapi juga menghargai perbedaan. Ruang diskusi dan dioalog yang dibangun harus menyejukkan, tanpa caci maki, dan harus menghasilkan solusi. Termasuk di masa pandemi seperti sekarang ini, tak perlu saling caci maki. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline