Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Haiz Najah

PRODI PAI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNISNU JEPARA

Tradisi Islam Aswaja: Ngapati dan Mitoni (Tingkeban)

Diperbarui: 24 Oktober 2022   09:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diantara salah satu tradisi Jawa adalah tingkeban. Bentuk acaranya biasanya berupa pembacaan do'a dan pemberian shodaqoh, sewaktu kehamilan si ibu berumur mulai dari 4 bulan kemudian kehamilan umur 7 bulan. Biasanya tradisi selametan ini dilakukan bagi wanita yang hamil pertama.

Ngapati berasal dari kata papat, artinya kehamilan seorang wanita yang berumur 4 bulan. Dalam usia hamil empat bulan ini dilakukan pembacaan ritual doa dengan tujuan memohon kepada Allah agar bayi dalam kandungan ibu menjadi anak yang shaleh, diberi panjang umur, banyak rizki, menjadi anak yang sa'adah (memiliki keberuntungan).

Sedangkan upacara tingkeban (mitoniadalah salah satu tradisi masyarakat Jawa, upacara ini disebut mitoni, karena ia berasal dari kata pitu yang memiliki arti tujuh, maksudnya kehamilan yang ke-7 bulan. Biasanya tradisi ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Acaranya antara lain pembacaan ayat-ayat Al-Qur'an, seperti membaca surat Yusuf dan Maryam, khataman Al-Qur'an, tahlilan, doa dan zikir lainnya. Adat orang Islam, khususnya orang jawa tidak meninggalkan bershodaqah dengan berbagai bentuk sajian makanan khas, sesuai dengan lingkungan masing-masing. Dalam konteks ini Imam Hafidz an-Nawawi memberikan penegasan sebagai berikut:

"Disunnahkan bersedekah sekedarnya ketika mempunyai hajat apapun. (al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, juz 4, hal. 269). Para ulama kami berkata, "Disunnahkan memperbanyak sedekah ketika menghadapi urusan-urusan yang penting." (al-Majmu Syarh al Muhadzdzab, juz 6, hal. 233).

Mengingat begitu pentingnya permohonan doa atas bayi dalam kehamilan ibu yang telah memasuki masa-masa memberatkan yaitu umur mulai 7 bulan agar menjadi anak shalih dan atau shalihah, maka tradisi ngapati dan mitoni baik untuk dilaksanakan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-A'raf : 189:

Artinya: Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Allahnya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". (QS. Al-A'raf : 189).

nasi-kuning-untuk-walimatul-hamli-4-bulan-6355ef9d4addee50010f0de3.jpg

Tradisi upacara ini memiliki interpretasi bahwa pendidikan bukan saja dilakukan setelah dewasa akan tetapi dimulai semenjak dalam kandungan. Dalam upacara ini ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman dan disertai doa, dengan tujuan untuk memohon kepada Allah SWT. Agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.

Berbagai simbol dan ritual mitoni, tampak bahwa masyarakat Jawa khususnya kaum Nahdliyyin mempunyai berbagai harapan keselamatan. Mereka beranggapan bahwa ritual mitoni patut diperhatikan secara mendalam. Dari tradisi ini bisa dikatakan bahwa makna dan fungsi selametan mitoni sebagai berikut:

Pertama, melestarikan tradisi leluhur (orang tua) dalam rangka memohon keselamatan. Karena menjaga dan melestarikan budaya baik merupakan khazanah budaya dalam kehidupan. Dalam menyikapi perkembangan budaya, NU tetap mendasarkan pada kaidah yang menyatakan:

"Mempertahankan tradisi lama yang baik (masih relevan), dan responsive terhadap gagasan baru yang lebih baik dan lebih relevan".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline