Lihat ke Halaman Asli

Gus Noy

TERVERIFIKASI

Penganggur

Kemiskinan Sastra dalam Provinsi Terkaya di Indonesia

Diperbarui: 7 November 2017   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak ada penyair dari Kalimantan Timur (Kaltim) dalam pengumuman hasil karya yang terseleksi untuk acara Temu Penyair Nusantara, 5 Juli 2016, di Meulaboh, Aceh Barat, yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Aceh Barat bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Barat. Sementara dari Kalimantan Selatan (Kalsel) tercantum empat penyair, yaitu Budi Borneo, Fahmi Wahid, Micky Hidayat, dan Rezqie Muhammad Alfajar Atmanegara.

Juga dalam pengumuman hasil seleksi karya bertema “Klungkung dalam Puisi” yang diselenggarakan oleh Museum Seni Lukis Klasik Nyoman Gunarsa, Klungkung, Bali pada 2 Agustus 2016. Dari Kalsel tertera tiga penyair, yaitu Ali Syamsudin Arsy, Moh. Mahfud, dan Rezqie Muhammad Alfajar Atmanegara.

Sebelumnya, 22 Juni 2015, acara Temu Kangen Penyair dalam rangka Tifa Nusantara II yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Kabupaten Tangerang bekerja sama dengan Disporabudpar Kabupaten Tangerang hanya terpampang nama Imam Budiman dari Kaltim. Sedangkan dari Kalsel tampak duabelas penyair, yaitu Ali Syamsudin Arsi, Anna Mariyana, Arsyad Indradi, Fahmi Wahid, Helwatin Najwa, Iberahim, Ibramsyah Amandit, Maria Roeslie, Nuniek Kharisma Rosalina, Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara, Syarif Hidayatullah, dan Tajuddin Noor Ganie.

Dan, dalam arena pertandingan ataupun pemuatan karya sastra di media massa, Kaltim hanya diwakili oleh Imam Budiman. Lagi-lagi, dari Kalsel selalu tampil lebih dari seorang. Belum lagi even-even sastra, komunitas, dan buku-buku sastra karya gabungan maupun tunggal.

Situasi tersebut, barangkali, bisa sedikit ‘mencengangkan’, jika terkait dengan salah seorang Paus Sastra Indonesia (Korrie Layun Rampan) dari Kaltim yang kaya karya sekaligus berkualitas tinggi, dan kekayaan material Kaltim dibandingkan dengan Kalsel.


Sekilas tentang Kaltim yang Kaya Raya

Kaltim, bagi kebanyakan orang yang gemar mengakses informasi, merupakan sebuah provinsi terkaya di Indonesia. Bersumberkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Maret 2016, dari pemasukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim per kapita mencapai nilai Rp.155 juta setiap tahunnya, atau tertinggi di Indonesia, sedikit melampaui DKI Jakarta.

Sementara Harian Radar Pekanbaru (22/9/2015) mengangkat laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan 2013 dengan judul 10 Kabupaten Terkaya di Indonesia, Rupanya Hanya Ada di Kaltim dan Riau. Dari kesepuluh itu, menurut Radar Pekanbaru berdasar data BPS 2013, peringkat pertama diduduki oleh Kabupaten Kutai Kartanegara dengan PDRB sebesar Rp. 129.959 T, dan sumber daya alam Rp. 2,828 T lebih. Kabupaten lainnya di peringkat bawah, Kabupaten Kutai Timur (3), dengan pendapatan per kapita sebesar Rp.184,346 Juta, dan sumber daya alamnya sebesar Rp. 1,486 T lebih. Disusul Kutai Barat (7), pendapatan per kapita sebesar Rp.55,67 Juta, PDRB sebesar Rp. 9,83 T, dan sumber daya alam sebesar Rp. 782,35 M. Di bawahnya, Kabupaten Paser (8), dengan dana bagi hasil atas sumber daya alam sebesar Rp. 731,675 M. Terakhir, peringkat 9 adalah Kabupaten Berau dengan PDRB sebesar Rp. 12,81 T, dan hasil atas sumber daya alamnya sebesar Rp. 710,31 M.

Sebelumnya VivaNews.Com (2010) dengan berita Daftar 20 Kebupaten Super Kaya di Indonesia, menyebutkan di dalamnya terdapat Kabupaten Kukar, Kutim, Kubar, Paser, PPU, Kota Samarinda, Bontang, dan Balikpapan dengan masing-masing peringkatnya. Tidak heran jika sekitar 2014-2015 Kaltim mengajukan permohonan mengenai otonomi khusus kepada Pemerintah Pusat. Di beberapa daerah Kaltim pun sempat terbentang spanduk-spanduk mendukung status “Otonomi Khusus”.

Ya, kekayaan material-ekonomi dalam kehidupan Provinsi Bersemboyan “Ruhui Rahayu” memang selalu nyaring dalam pemberitaan dan pembicaraan orang-orang di Indonesia. Orang-orang, dengan pelbagai latar sosial-budaya, dari luar Kaltim pun berbondong-bondong ke sini dengan satu tujuan : ekonomi, ibarat pepatah usang, “ada gula, ada semut”.

Tak pelak pembauran budaya dan lain-lain terjadi, meski kebanyakan pendatang hanya berfokus pada kepentingan materi, dan fokus ini pun ‘diwariskan’ ke generasi berikutnya. Barangkali situasi tersebut sesuai dengan pendapat Pakar Komunikasi Denis McQuail, “Pada dasarnya masyarakat dibentuk oleh pelbagai kekuatan ekonomi.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline