Lihat ke Halaman Asli

guntursamra

Abdi Masyarakat

Ayahku dan Kisahnya

Diperbarui: 6 Juni 2019   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Cerita adalah jelmaan kerinduan akan kenangan, pada sesuatu yang kau sebut masa lalu. Keinginanmu untuk mengikutkanku hadir menyimak, sekedar menggugah hayalanku untuk turut serta merasakan perjalanan pahit manismu saat itu.

Sesekali aku menyelia alurnya, disaat diksi pada larik kisahmu mengabur di area pahamku. Seketika kau bangkit dari sandaran kursimu, dengan gerak tubuh kau melakonkan ingatanmu tanpa sadar, tanpa kuminta kau menegaskan jawabanmu di situ.

Ada rona kepuasan, yang tak mampu kau tepiskan ayahku. Saat aku anakmu larut dan tak pernah berhenti meminta penjelasan hidupmu waktu itu. Bagaikan arus air yang tersendat di hulu, tiba-tiba terlepas menghempas ke muara. 

Gambaran tentang masa mudamu dulu, tentang kegetiran lika liku hidup langkahmu, seakan hendak kau tuntaskan hari ini. Begitu banyak haru kau luapkan, sampai aku tak mampu membayangkan takaran air mata perjalananmu.

Diakhir cerita aku menatapmu, kesederhanaan matamu yang sejak dulu menyimpan serpihan-serpihan perjuangan, kini kulihat kembali utuh membingkai semangatmu. 

Di sandaran kursi yang sedari tadi menjadi panggungmu aku berbisik, "Ayah, maafkan aku yang keliru memahami masa tuamu. Bukan baju dan sendal baru yang kau inginkan mewarnai Idul Fitrimu, juga bukan sekumpulan ketupat dan opor ayam yang kau harapkan menghiasi lebaranmu, apalagi ucapan selamat hari raya yang sedari tadi memenuhi lapak facebookmu. Tapi ternyata, hanya mendengarkan cerita hidupmu yang tak berjudul, sudah cukup membuatmu bahagia merasakan kemenanganmu hari ini.

Sinjai, 5 Juni 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline