Lihat ke Halaman Asli

Suratan Takdir Untuk Sebuah Bis Surat

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah pagi di awal hari, ketika aku baru saja terbangun dari mimpi tadi malam. Aku memimpikan seorang sahabat lama yang kini berada di seberang kota tempat tinggalku. Aku menduga-duga apa maksud dari mimpiku semalam? Dan sepertinya aku harus mencari tahu kabarnya. Sudah lama aku tak saling menyapa, karena sahabatku tak mempunyai nomor telepon yang bisa ku hubungi. Terakhir kali aku bertemu dengannya, ia hanya memberikan alamat lengkap rumahnya saja. Lantas bagaimana caranya agar aku dapat mengetahui kabarnya saat ini?

“Pos surat! Aku akan menulis sebuah surat untuknya”, ucap ku, lalu aku mulai menuliskan sesuatu tentang kekhawatiranku terhadap dirinya. Aku pergi menuju kantor pos terdekat di daerahku, dan apa yang ku lihat disini adalah suatu hal yang sangat menyedihkan jika mengingat bagaimana benda ini pernah menjadi suatu hal yang paling dibutuhkan pada waktu itu, dan benda ini adalah pilar atas sejarah persuratan di Indonesia, benda ini bernama Bis Surat atau Kotak Pos.

Bis Surat atau Kotak Pos adalah sebuah kotak surat berwarna oranye dan berfungsi sebagai tempat untuk memasukan surat yang akan dikirimkan melalui jasa kantor pos. Sejak tahun 1829, bis surat sudah dipergunakan pertama kali di kantor pos Batavia. Kemudian bis surat umum pertama kali digunakan di kantor pos Semarang tahun 1850 dan kantor pos Surabaya 1864 (dikutip dari brosur museum pos Indonesia). Bis Surat ditempatkan di trotoar jalan yang biasa dilewati penduduk kota, dan di kantor pos itu sendiri. Karena bentuknya yang besar dan warnanya yang mencolok, sebuah bis surat akan mudah dikenali. Namun, bis surat yang aku temui di kantor pos ini sudah luput dari perawatan petugas, penuh coretan dan stiker yang tak seharusnya menempel di situ, warnanya pun menjadi kusam dan luntur akibat cuaca dan karat yang hinggap di tubuhnya. Lagipula, sepertinya aku sudah tak pernah melihat lagi wujud  dari bis surat di jalanan kota, pergi kemanakah mereka?

Semenjak lahirnya e-mail, SMS, dan voice mail, eksistensi dari Pos Surat seakan habis terkikis zaman, “Kementerian mencatat terjadi penurunan surat biasa yang dikirim lewat pos, dari 300 ribu surat (2004) menjadi 20 ribu surat (2009).” (dikutip dari Tempo Interaktif, bulan Desember 2010). Kemudian aku bertanya; Inikah suratan takdir untuk sebuah bis surat?

Walaupun waktu semakin berputar dengan pasti, walaupun zaman semakin memaksa manusia untuk berkembang, tetapi Bis Surat takkan pernah mati. Mengapa? Pada tanggal 2 Oktober 2011 Indonesia telah resmi mempunya Kotak Pos Bawah Laut. Kotak Pos Bawah Laut ini berada di Pantai Amed, Kabupaten Karangasem, Bali. Kotak pos ini berbentuk gapura khas Bali dan berwarna putih. Surat yang digunakan adalah surat khusus anti air dan pengirimnya pun dapat menyelam dan memasukan langsung suratnya ke dalam kotak pos tersebut. “ Ini menjadi kotak pos pertama di Indonesia, dan kedua di dunia setelah perairan Australia”, ujar Direktur Utama PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana (dikutip dari AntaraNews.com, 30 September 2011).

Jadi, aku berharap agar PT. Pos Indonesia akan terus mempertahankan dan mengembangkan Bis Surat atau Kotak Pos. Agar benda bersejarah ini tak termatikan hanya karena zaman, dan agar orang-orang di masa mendatang dapat merasakan sensasi dari nikmatnya menulis dan mengirim surat melalui Bis Surat. [satria gumilang]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline