Lihat ke Halaman Asli

Lonceng Kematian Taksi Konvensional

Diperbarui: 14 April 2017   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setelah berkali-kali mencoba taksi online, kemarin saya mencoba untuk naik taksi konvensional.  Bukan apa-apa, jarak jalan raya yang dekat dari stasiun kereta dimana taksi pasti banyak yang lewat pasti memudahkan. Tinggal nunggu dipinggir jalan dan stop, begitu pikir saya yang tengah naik KRL.

Karena saya tinggal dii Bogor, taksi konvensional agak susah didapat. Dulu kita harus ke Baranang Siang dulu untuk mencari taksi. Ribetlah kalau rumah jauh dari situ. Sejak ada taksi online, urusan pesan taksi menjadi sangat mudah. Tinggal pencet Hp, dalam hitungan menit taksipun sudah tiba.

Dari Bogor saya berangkat ke Jakarta menggunakan KRL. Tujuannya adalah sebuah gedung di bilangan Jakarta Selatan. Saya berhenti di Stasiun Pancasila dimana disampingnya persis jalan raya. Benar saja, tidak berapa lama menunggu, saya berhasil mendapatkan taksi. Supirnya seorang Bapak paruh baya.

“Ke Manhattan Square ya, Pak”, ujar saya ke supir taksi. Rupanya bapak supir belum tahu dimana gedung itu berada. “Dimana itu, Mas? Apa Manhattan yang di Ambassador”, tanya pak supir. “Wuah bukan Pak, gedungnya masih dekat sini, di Jalan Simatupang”, saya sedikit menjelaskan.

Si bapak ternyata awam sama  sekali. Dia tidak familiar daerah Jakarta Selatan, tapi Jakarta Timur dia sangat mengenal.

Berabe nih kalau dia tidak tahu, mana waktu untuk ketemu klien juga sudah mepet, saya mengeluh dalam hati. Tanpa berpikir lama saya buka aplikasi google maps di Hp. Pasang alamat yang dituju. Tadaaaa…sekejap saja keluar rute yang harus dilalui. Jelas dan lengkap. Berbekal panduan dari google maps, sayapun memberi tahu arah ke si bapak.

Si bapak supir taksi seorang yang suka bicara rupanya. Sepanjang jalan kami ngobrol macam-macam, mulai tentang politik, tentang Jakarta bahkan olahraga. Sepak bola liga champions antara Bayern Munchen dengan Real Madrid semalam menjadi topik favorit. Dia belum tahu siapa yang menang. Belum lihat koran, katanya. Karena saya juga belum tahu dan penasaran juga, sebentar saja saya buka hp, lihat berita disalah satu situs online. Ternyata yang menang Real Madrid 2-1. Saya sampaikan ke Si Bapak, ternyata dia senang. Rupanya Real Madrid salah satu klub favoritnya bersama Chelsea.

Di tengah obrolan kami, saya berpikir tentang taksi konvensional dan dengan taksi online. Betapa tertinggalnya  taksi konvensional. Pembedanya amat sangat jelas. Penguasaan dan pemanfaatan teknologi. Keahlian mengemudi saja tidak cukup.

Sudah bukan rahasia lagi kalau supir taksi banyak yang tidak tahu jalan. Wajarlah, meski lama di jalan bagaimanapun belum tentu semua jalan diketahui. Dengan teknologi penunjuk jalan semua bisa teratasi. Sekarang tinggal siapa yang memanfaatkan teknologi tersebut. Taksi online sudah pasti, layanan mereka memang berbasis teknologi informasi. Sayangnya taksi konvensional tidak.

Dari sisi penguasaan teknologi, supir taksi online sudah pasti menguasai teknologi. Memang itu syaratnya. Namun Supir taksi konvensional tidak, hanya inisiatif saja. Sayangnya banyak diantara mereka yang tidak mau menguasai. Ribet mungkin dipikir. Apalagi Hp yang dipunya sudah jadul, hanya bisa sms dan telepon.

Dulu kita susah pesan taksi dari rumah, apalagi bagi rumahnya jauh dari jalan besar dan tinggal di kota seperti Bogor yang armada taksi memang sangat terbatas. Tapi sejak ada taksi online, urusan pemesanan menjadi sangat gampang. Tinggal pencet Hp, dalam hitungan menit, taksi sudah sampai di depan rumah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline