Lihat ke Halaman Asli

Gregorius Nafanu

TERVERIFIKASI

Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Perilaku Minus di Balik Gunungan Sampah dan Banjir

Diperbarui: 30 Desember 2022   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan yang turun di wilayah Gedebage Bandung di awal Oktober 2022 telah memuat jalanan menjadi banjir (dok foto: ANTARA via inilahkoran.id)

Setiap pergantian musim, kita selalu ribut dan mengeluh. Musim kemarau, ribut karena kebakaran dan kesulitan air bersih. Lalu datanglah musim hujan. Kita mulai ribut lagi soal banjir. Jalanan macet dan mendadak menjadi sungai. Saluran got tak berfungsi. Sungai meluap karena terhadang gunungan sampah. Banjir...banjir...banjir...!

Banjir selalu hadir di musim hujan. Namun kita seolah tak pernah serius memikirkan bagaimana mengatasi persoalan klasik ini. Yang lebih nampak adalah aksi memberi pertolongan bagi para korban. Membuka Posko bantuan bencana. Mengumpulkan makanan, pakaian, obat-obatan dan mendistribusikannya bagi korban.

Ya, banyak orang pun tampil menjadi pahlawan. Tak mau sebagai pahlawan tak dikenal alias bergerak di balik layar, melainkan ingin agar dikenal oleh publik. Sekardus mie instan, bisa menjadi berita di berbagai media.

Beberapa penguasa dan pembuat kebijakan, terlihat turun tangan. Menggunakan life jacket untuk ikut mengevakuasi penduduk, sekalipun sudah ada tim Basarnas dan tim evakuator mandiri ala penduduk setempat.

Mampir bersama jurnalis, mewawancarai pengungsi yang bertumpuk di balai desa, tempat ibadah, dan lokasi aman lainnya. Menjanjikan bantuan, lalu pulang. Meninggalkan harapan bagi penduduk, entah kapan bakal terealisir. Pemberi janji pulang, singgah santap siang di restoran berkelas. Sementara, pengungsi mengenyangkan perut mereka dengan sebungkus mie instan. Ah, semoga tak ada PHP.

Pejabat DKI memberi bantuan pada korban bencana banjir, lengkap dengan konperensi pers (dok foto: ppid via rm.id)

Lantas, salahkah? Tentu tidak. Sekali lagi, tidak salah. Hanya saja kita memang lebih suka menyibukkan diri saat sesuatu sudah terjadi, daripada sibuk untuk meminimalisir atau mencegah terjadinya banjir.

Mari Menyalahkan Perilaku Minus Kita

Banjir di jalan dan pemukiman. Siapakah yang harus disalahkan? Tak perlu menuding jauh-jauh dulu. Bahwa ada pembalakan liar yang tak terkontrol di lereng-lereng gunung, bukit dan hulu sungai.

Mari mencoba melihat di sekitar kita. Jangan-jangan sumber persoalan utamanya ada di sini. Hal utama yang menyebabkan banjir di musim hujan, tidak lain adalah perilaku minus kita. Di pemukiman kita dan jalan, orang membuang sampah sembarangan.

Masyarakat membantu korban banjir tanpa publikasi dan konperensi pers (dok foto: sapadunia.com)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline