Lihat ke Halaman Asli

Kepercayaan Orangtua adalah Kunci

Diperbarui: 16 Juni 2021   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Sering kali terjadi perbedaan pendapat di kalangan orang tua mengenai kapan seharusnya anak mulai untuk diberi kebebasan memilih. Jika pada artikel lain membahas dari sudut pandang orang tua pada kali ini saya akan mencoba membahasnya dari sudut pandang anak. 

Merasa bersyukur

Saya bersyukur karena bisa tumbuh di tengah keluarga yang memberikan kebebasan bagi saya untuk menentukan pilihan dan melakukan hal yang saya sukai. Dari kebebasan yang diberikan itu, saya justru bisa jauh lebih berkembang dibanding diri saya yang sebelumnya. Tentunya saran kritik dari orang tua selalu diberikan dalam prosesnya. dengan kebebasan yang diberikan, saya bisa mempelajari konsekuensi dari setiap hal yang saya pilih. Saya berpendapat bahwa justru ini saatnya untuk belajar mandiri selagi masih ada orang tua yang bisa menjaga dan mendukung kita dari belakang. Adakalanya pilihan yang dibuat kurang tepat, namun hal itu justru menjadi pelajaran tersendiri mengenai bagaimana kita harus bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan.

Misi spesial dari mama

Pada Desember 2019, seminggu sebelum saya berumur 16 tahun, mama memberikan misi kepada saya untuk pergi ke Singapura sendiri. Iya sendiri, benar-benar tanpa teman, orang tua, dan kenalan. Tujuannya adalah untuk menguji saya dalam life skill, sekaligus mempelajari desain di sebuah universitas di Singapura. Uang yang diberikan mama sebenarnya cukup untuk saya tinggal di sana selama 5 hari. Namun dalam prosesnya, banyak hal yang terjadi di luar dugaan yang mengakibatkan saya terdesak dan justru menjadi pengalaman berharga yang tidak mungkin saya lupakan.

 

Tantangan satu: hostel

Saya tiba di Singapura pada malam hari dan hendak menuju ke hostel. Semuanya berjalan lancar, karena memang saya telah melakukan riset lebih dulu tentang jalan, transportasi, dan bagaimana saya bisa sampai ke hotel. Hingga tiba-tiba mama menelpon saya dan berkata bahwa ia lupa membayar hostel yang saya akan tinggali selama 5 hari. Kaget itu sudah pasti. Uang yang semula cukup kini terpotong banyak, sehingga saya harus berhemat dan lebih bijak dalam pengeluaran 5 hari kedepan. 

Kamar yang saya tempati bisa untuk 4 orang. pada saat itu, saya bertemu dengan sesama backpacker. Ada yang dari Australia dan ada pula yang dari Malaysia. Karena sama-sama sendirian, maka kami mengobrol banyak hal. Disini saya melatih kemampuan komunikasi dan juga melatih toleransi saya. Sungguh menyenangkan bisa bertemu dengan orang baru. 

Dok. pribadi

Tantangan kedua: memutuskan destinasi sendiri

Kita sudah terbiasa untuk mengikuti keputusan orang tua tentang destinasi wisata. Namun pada kali ini hanya saya sendiri, sehingga saya juga belajar dalam mengenali diri sendiri tentang apa yang ingin saya lakukan, trip seperti apa yang saya inginkan, dan lain-lain. Kemudian saya menemukan bahwa ternyata trip yang saya ingini adalah trip kuliner. Hal ini sebenarnya cukup berbeda dari yang biasa keluarga lakukan, karena biasanya kami lebih suka mengunjungi destinasi wisata anak seperti taman hiburan, tempat mainan, dan lain-lain. Dengan uang sudah terpotong banyak di hotel, maka saya juga harus pintar-pintar mengelola agar tujuan trip ini tetap terlaksana. Beberapa kali saya lebih memutuskan berjalan kaki, meski agak jauh, agar bisa menghemat biaya MRT yang saya keluarkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline