Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

WhatsApp yang Mengajarkan Kita Bersikap Apatis dan Asimpatik

Diperbarui: 13 Februari 2020   11:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mannequin - Foto: pixabay.com

Berjejer notifikasi hijau menghiasi WhatsApp (WA) kita setiap hari. Dari sekian banyak wajah dan grup WA, yang mungkin kita buka hanya 3 chat teratas. Untung saja WA menyediakan fitur 'pinned chat'. Walau hanya 3, setidaknya kita tahu chat prioritas.

Saya mengunduh WA sejak awal dirilis. WA menjadi aplikasi chat yang benar-benar baru dan sangat sederhana. Hanya barisan chat yang muncul karena kita simpan nomor kontak seseorang. Tanpa iklan. Dan sangat melindungi privasi. 

Filosofi Jan Koum dan Brian Acton cukup sederhana saat pertama kali mencetuskan WA. Dalam selembar kertas tertulis "No Ads! No Game! No Gimmicks!". Sejak IPO di 2014, WA menjadi aplikasi chat yang paling digandrungi. Apalagi di Indonesia.

Aplikasi WA menempati urutan ke 1, sebagai aplikasi free terpopuler di India. Sedang di Indonesia, menempati ke 3. Dengan Australia menempatkan WA di urutan ke 6. 

Maksud dari peringkat ini adalah, di kawasan Asia Pasifik WA masih sangat populer. India sendiri saja memiliki populasi 5 kali Indonesia. Ditambah populasi Australia yang hanya 1/10 Indonesia. Maka jumlah pengguna WA rerata di kawasan ini cukup banyak.

Peringkat WhatsApp di 3 Negara - Tangkapan layar: Dashboard AppAnnie pribadi

WA tidak begitu populer di negara-negara Barat. Namun masih berada dalam peringkat 20 besar aplikasi terpopuler. Popularitas WA hanya menempati urutan ke 13 jauh di bawah Messenger (8) di US. Di Jerman, WA menempati urutan ke 10 dan berada di urutan ke 6 di UK. 

Secara global, bisa dibilang WA menjadi aplikasi chat primadona. Dengan kesederhanaan dan keamanan privasi P2P (peer-to-peer) encryption. WA sangat membantu komunikasi, interaksi, dan bisnis.

Namun di balik popularitas dan kesederhanaan, ada sisi gelap WA yang wajib kita tahu. Sejauh pengamatan saya, WA mengajarkan kita untuk bersikap apatis dan asimpatik.

Apatis atau masa bodo dalam menyikapi informasi. Jika kita lihat dan amati grup WA (WAG), kita bisa tahu. Begitu banyak informasi yang dibagi. Begitu banyak obrolan yang terjadi. Entah durasinya tiap jam sampai ke detail setiap detik. Pasti akan selalu ada notifikasi chat WA di ponsel kita. 

Tetapi, ada berapa banyak informasi, chat, atau obrolan yang kita tanggapi atau balas? Ada berapa banyak foto yang mau kita unduh? Ada berapa banyak tautan (link) yang mau kita buka? Atau bahkan, ada berapa chat yang sebenarnya kita buka?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline