Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Dokumenter "The Great Hack" Bukan untuk Orang Indonesia

Diperbarui: 31 Juli 2019   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

The Great Hack poster - Ilustrasi: sciencefiction.com

Selama 2 jam lebih saya menonton film dokumenter The Great Hack (TGH) dari Netflix. Menggurat pergumulan opini dan realitas dalam diri saya. Ada realitas literasi digital dan media di Indonesia yang urung dianalogikan paralel dengan narasi dan pesan film TGH. 

Walau sejatinya, film ini menggambarkan realitas disruptif teknologi yang kita ketahui. Tapi lebih sering dinafikan. Yang jika ditamsilkan bak peribahasa sembunyi tuma, ekor kelihatan.

Film TGH berfokus pada eksploitasi data pribadi untuk propaganda politik negatif. Bagaimana data pribadi via platform digital bisa "dipanen" dan mencelakakan kita. Seperti menggiring opini linimasa untuk membenci, menjustifikasi, sampai mendiskriminasi saat musim kampanye.

David Carroll, sebagai akademisi Parsons School dan pemeran utama TGH, menggugat CA. Ia hanya ingin CA mengembalikan data pribadinya. Dan yang terjadi malah mengejutkan banyak pihak. Ternyata CA sudah lama mengeksploitasi data users untuk kepentingan politik dan ekonomi.

Skandal Cambridge Analytica (CA) dan Facebook-lah yang menarik semua perhatian pada eksplotasi data users ini. Teknik psychography telah diterapkan CA secara ilegal untuk mempolarisasi publik jelang Pemilu. Teknik ini diakui CA berdampak signifikan di Pemilu. Contoh efektif teknik ini dieksperimentasi pada Pemilu Trinidad-Tobago tahun 2013.

Kemudian, parlemen Uni Eropa pun mendapati CA juga menginisiasi polarisasi publik UK pada Brexit di tahun 2016. Dan di waktu yang hampir sama, mengorkestrasi kemenangan kampanye digital Trump pada Pemilu US tahun 2016. 

Beberapa whistleblower dari CA akhirnya muncul ke publik. Seperti Paul-Olivier Dehaye, Christopher Wylie, dan Britanny Kaiser. Mereka mengungkap kebenaran investigasi eksploitasi data users ilegal untuk kepentingan politik. Sehingga pada akhirnya CA ditutup dan dinyatakan bangkrut.

Cuplikan Trailer The Great Hack - Ilustrasi: filmstarts.de

Dan film dokumenter ini mengungkap narasi dan fakta penting untuk penontonya, yaitu:
  • Valuasi data users kini nilainya melebihi harga minyak bumi dengan dimonopoli beberapa mogul teknologi saja
  • Betapa rapuhnya pemerintah negara melindungi hak privasi warganya di hadapan mogul teknologi 
  • Data pribadi yang diunggah setiap saat saat online begitu mudah dieksploitasi pihak berkepentingan picik
  • Penggiringan opini via disinformasi dan hacktivism (negatif) mampu merusak sendi-sendi demokrasi negara secara cepat dan masif
  • Gagapnya users platform sosmed melindungi diri mereka dari eksploitasi macam ini.

Saya pribadi melihat TGH cukup faktual dan informatif. Namun dalam kacamata orang Indonesia yang lain, TGH tidak akan mudah dipahami pesan dan cerita dibalik investigasi pada CA.

Saya pun memahami film-film bergenre dokumenter akan begitu khas atau memiliki niche tertentu. Namun TGH yang mengusung fakta berupa investigasi CA. Dan juga isu privasi pada users platform sosmed. Tidak cukup 'ringan' dipahami. Walaupun terlalu ringan pun bisa dianggap terlalu picisan.

Bagi penonton yang belum ngeh soal data pribadi, algoritma, big data, sampai disinformasi. Memahami investigasi pada skandal CA dan Facebook oleh parlemen EU dan senat US cukup pelik. Mungkin beberapa penonton akan meng-Googling kasus-kasus yang dideskripsikan TGH saat dan usai menonton filmnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline