Lihat ke Halaman Asli

Khasanah Wayang dalam Budaya Bangsa Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

JAKARTA-GEMPOL, Wayang merupakan karya seni yang memiliki keunikan yang luar biasa. Dari sebuah pergelaran wayang, kita tidak hanya memperoleh tontonan, namun juga mendapatkan tuntunan. Dengan keindahannya, wayang menjadi media hiburan.

Namun wayang juga bisa menjadi sarana penyebaran informasi efektif untuk mendidik masyarakat melalui penyampaian pesan-pesan, terutama pesan nilai-nilai moral.

Wayang Indonesia sepatutnya menjadi salah satu warisan dunia. Hal ini kemudian diakui oleh oleh United Nations Education Social and Culture Organization (UNESCO) pada tanggal 7 November 2003 yang lalu bahwa Wayang Indonesia merupakan Karya Agung Budaya Dunia atau Masterpiece of the Oral Intangible Heritage of Humanity.

Di masa yang lalu, wayang adalah wujud dari upaya penggambaran nenek moyang yang menceritakan tentang kehidupan manusia. Dulu, nenek moyang kita meyakini bahwa setiap benda yang hidup pasti mempunyai roh, ada yang baik dan jahat, sehingga saat itu (barangkali sekitar tahun 1500 SM) dibuatlah wayang dalam bentuk gambar ilusi bayangan atau dalam bahasa Jawanya “wewayangan”. Agar terhindar dari gangguan roh-roh jahat, kemudian wayangan tersebut disembah dan diberi sesajen.

Namun, setelah agama-agama besar masuk ke Indonesia, wayang berubah peran menjadi alat peragaan untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama, sehingga muncullah banyak lakon yang disesuaikan dengan konteks ajarannya yang mengusung dan bermetamorfosis dengan realita jamannya.

Di era modern ini, wayang merupakan sebuah kesenian. Wayang merupakan warisan budaya klasik yang mengakar turun temurun. Wayang berasal dari kata wayangan, yang berarti sumber pengilhaman untuk menggambarkan wujud tokoh dan cerita yang terbeber jelas dalam hati si penggambar.

Wayang juga bisa diartikan sebagai bayangan atau cermin, karena dalam kesenian wayang terdapat beberapa pencerminan karakter manusia yang sangat dalam dari tokoh-tokoh yang diusung para dalang.

Pelataran lapangan Monas menjadi saksi bisu kegiatan Wayang summit 2012 selama dua hari, 24-25 November 2012, masyarakat Ibukota Jakarta ikut juga menyaksikan wayang semalam suntuk.

Wayang Summit 2012 menjadi bagian dalam rangka memelihara dan melestarikan budaya bangsa. Perhelatan multi event mengenai Wayang itu mempertemukan tokoh, pakar dan seniman dalang serta pertunjukan wayang dari pelosok nusantara dan mancanegara.

Wayang Summit 2012 juga memberikan penghargaan kepada 4 orang Pemerhati Wayang yakni H. Ekotjipto, SH. (Ketua PEPADI, Amb), Drs. Suparmin Sunjoyo (Ketua Umum Senawangi), Drs. H. Solichin (Ketua Dewan Kebijaksanaan Senawangi) dan Elsabeth Proust (Total E & P Indonesia).

Penghargaan juga diberikan dalam bentuk wayang kepada 5 wakil dalang, yakni Fedelis Kithome dari Kenya, Tang Dayu dari China, dalang cilik Canggih, Ki Wawan Ajen dan Ki Dalang Sukarlana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline