Lihat ke Halaman Asli

Suka Duka Belajar Daring

Diperbarui: 6 Juli 2021   20:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini marak terjadi adanya pembelajaran daring. Terhitung sejak covid masuk ke Indonesia, system daring ini berjalan sudah setahun lebih. Terlebih lagi banyak spekulasi terhadap pemberitaan covid-19 di kalangan masyarakat, entah itu klaim masyarakat yang mengira covid itu tidak ada, pemerintah yang korupsi bansos untuk covid, hoax vaksinasi, dsb. Semua ini merupakan drama yang terjadi selama pandemic ini bermula.

Corona virus diseases-19 atau yang disingkat covid-19 ini membuat kondisi berbagai Negara mengalami krisis dan penurunan mendadak, seperti krisis moneter, krisis pangan, hingga krisis lingkungan hidup. Kita sebagai warga Negara Indonesia juga merasakan pahitnya pandemic. Namun, tidak selamanya pandemic ini membuat hidup kita selalu serba susah.

Terkhusus sebagai siswa hingga mahasiswa, sejak adanya pandemic covid-19 membuat banyak sekolah maupun berbagai kampus di seluruh dunia ditutup. Sebagai alternatifnya, pihak kementrian pendidikan dan pihak sekolah memutuskan untuk menerapkan system pembelajaran daring untuk para muridnya agar pembelajaran tetap berlangsung meskipun tanpa bertatap muka.

Generasi ini menjadi cikal bakal yang kerap kali disebut "Angkatan Corona". Nama yang unik, namun tersimpan beribu suka duka di dalamnya. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu siswa SMA bernama Andra, ia mengungkapkan bahwa saat ia baru saja lulus SMA, disanalah ia disebut sebagai "Angkatan Corona".

"Saat itu kami baru saja melaksanakan simulasi Ujian Nasional Berbasis Komputer, namun pihak sekolah keesokan harinya malahan memberikan informasi terkait diberlakukannya system daring dan penundaan Ujian Nasional. Saya dan teman-teman merasa shock tapi agak senang karena kami tidak perlu belajar susah payah, karena nilai akhir hanya menggunakan nilai ujian sekolah yang kebetulan saat itu sudah diadakan terlebih dahulu."

Ia mengungkapkan dua aspek yang dapat kita tarik garis besarnya, yakni ketika ia baru saja akan melaksanakan UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) ia merasa kurangnya persiapan belajar, sehingga adanya pandemic membuatnya merasa lebih lega karena kelulusan hanya mengandalkan nilai ujian sekolah saja. Namun, dibalik itu ia harus rela untuk tidak berkumpul dengan teman-temannya untuk melakukan acara perpisahan terakhir ketika sudah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Ada pula salah satu mahasiswa yang tidak ingin disebutkan namanya, sebut saja P yang ketika penulis melakukan wawancara terkait suka duka belajar daring, ia mengungkapkan ada banyak hal yang menjadi pertimbangan ketika daring.

"Sebenarnya adanya pandemic ini membuat mahasiswa semakin malas untuk belajar. Disebabkan oleh pemberian tugas yang berujung searching google, hingga otak mahasiswa tidak dibiasakan untuk berpikir kritis. System daring yang menggunakan aplikasi boros kuota seperti zoom, webex, google meet, google classroom, dll. Minat belajar mahasiswa yang semakin menurun dan modal copy paste dari tugas orang lain juga menunjukkan kurang efektifnya system daring. Kurangnya sosialisasi dengan teman, khususnya para mahasiswa baru yang tidak tahu lingkungan kampus, tidak tahu teman-temannya siapa, dll. Apalagi dosen yang memberikan banyak tugas tanpa memerhatikan kondisi mahasiswanya. Misalkan, kesulitan dalam pembelian paket internet, kurangnya koneksi sinyal, handphone dan sarana yang tidak mendukung, dll." Tukasnya

"Di sisi lain, saya bersyukur karena adanya pandemic membuat saya dan keluarga saya berkumpul setiap hari, bercengkrama, berinteraksi, dan melakukan kegiatan rumah bersama. Ayah dan ibu saya juga bekerja paruh hari, tidak seperti dulu yang selalu lembur dan kurang memerhatikan keluarga. Selain itu, polusi udara juga semakin berkurang dan tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membeli sarana perkuliahan seperti banyak buku, sepatu baru, dll. Kita masih bisa menggunakan sarana yang lama karena belum adanya pembelajaran tatap muka."

Kemudian, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yakni Nadiem Makarim menyebutkan bahwa kita tidak boleh berlama-lama lagi dalam melakukan pembelajaran jarak jauh ini. Hal ini dinilai kurang efektif bagi para siswa, karena belajar daring hanya akan membuat siswa semakin tidak berkonsentrasi dan cepat bosan dalam belajar. Selain itu, interaksi social juga terganggu antara satu sama lain. Maka, dipikirkanlah berbagai solusi untuk menanggulangi kasus ini, entah itu dengan vaksinasi, pemetaan wilayah dengan jalur merah, hitam, kuning, hingga hijau, menerapkan protocol kesehatan, dll.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline