Lihat ke Halaman Asli

NewK Oewien

Sapa-sapa Maya

Kode Alam

Diperbarui: 17 April 2017   20:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dari warung itu bermacam perasaan tumpah: ada perasaan mengantongi Bintang dan memeluk Bulan; datar, biasa saja; ada seolah baru diputusin—dihianati—pacar; ada yang siaga digampar istri; ada yang tak bisa menelan ludah; ada yang kecewa pada alam; dll. Dan kesemua itu punya semangat pantang menyerah untuk bersua lagi di warung itu.

Muka anak muda yang baru bergabung di warung itu merekah. Segala sesuatu baginya akan menjadi mudah. Ia bahagia—Wanto namanya.

“Traktir. Traktir.” Temannya ikut merayakan keberuntungannya.

Meski ia tidak terlalu berlebihan merayakan keberhasilannya. Siapa pun tau kalau ia sedang bahagia.

Keberhasilannya, tak lain berkat mengikuti petuah orang gila. Awalnya ia tidak percaya. Karena ada rasa penasaran ia mencoba. Murni hanya sebatas coba-coba, sebab akalnya masih terlalu normal untuk percaya pada orang gila.

Maka, wajar ada semacam perasaan ingin balas budi melingkupi relung hatinya. Ia suka sekali balas budi. Ia mencari orang gila yang telah memberi amanah. Amanah itu membuat kantongnya kembung.

Lama ia mencari. Tidak ada. Orang gila itu tidak ada di tempat biasa. Orang yang berpakaian compang-camping dan kadang tanpa pakaian itu lenyap. Ia bertanya pada orang-orang sekitaran tugu kota. Tak ada satu orang pun yang tau. Malah senyuman aneh yang ia dapat. Orang gila itu tak ada lagi di kota kecil itu.

Pada menjelang senja, ia dapat kabar, tiga orang membawanya—mungkin saudara si orang gila. Ia berhenti mencari sebab orang gila itu sudah hilang di kota kabupatennya.

***

Masih dengan euforia keberuntungan kemarin. Ia memacu motor made in Jepang nya. Dengan beringas ia menelusuri jalan Kecamatan yang lurus. Kepulan asap dari knalpot membuat gelap parsial ruas jalan. Pengendara bermata rabun yang disalipnya, seketika menginjak pedal rem—memelankan motor karena pandangannya menjadi sangat buram. Dari kepulan asap membumbung dan rong-rongan suara motor menandakan hatinya memang sedang riuh riang.

Ia terus memutar pedal gas. Sambil memainkan kopling. Suara menderu-deru semakin indah—setidaknya menurutnya. Tanpa ada apa pun membungkus kepalanya terus menelusuri jalan dan melewati semua kendaraan. Tiba-tiba ia berhenti mendadak. Di Sebuah pertigaan, sebelum ia belok kanan perhatiannya teralihkan pada kerumunan di pinggir jalan. Sesuatu kecelakaan terjadi, kepalanya menangkap demikian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline