Lihat ke Halaman Asli

Frederikus Suni

Content Creator Tafenpah

Kritik Santun sebagai Elektabilitas Perubahan

Diperbarui: 10 Februari 2021   04:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akibat dari kritik pribadi pejabat. Sumber. Kompas.com

Siapapun pasti sukar menerima kritik. Apalagi kritik yang dilayangkan oleh seorang anak ingusan kepada kita.

Anak ingusan dalam artian orang yang tidak memiliki kepentingan dalam bidang tertentu. Tapi, dengan lihai memainkan nada-nada kritik nan pedas. Sepedas sambal ABC, milik Pak Sutono di persimpangan jalan Kapuk Pulo, Cengkarang, Jakarta Barat.

Kritik adalah bagian dari gangguan elektabilitas pembangunan. Sebelum kita menakar kritik tentang pelayanan fasilitas umum yang terkadang menggangu pemandangan mata dan batin kita, sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu, apa itu elektabilitas?

Elektabilitas biasanya familiar saat menjelang pemilihan umum anggota Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Atau istilah Mama-mama di kampung saya menyebutnya sebagai "Trias Politica."

Tapi, di sini, ranah saya bukan membahas istilah Mama-mama di kampung saya tentang "Trias Politica" ya. Karena pembahasan utama kita adalah, apa itu elektabilitas?

Merujuk pada portal berital dosenpendidikan.co.id. "Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan atau ketertarikan publik dalam memilih sesuatu, baik itu seorang figur, lembaga atau partai, maupun barang dan jasa di mana informasi tersebut didapatkan dari hasil berbagai survei."

Mari, kita meletakkan dasar pemikiran kita tentang tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja beberapa lembaga pelayanan publik yang terkesan berbelit-belit dan sukar dalam pelaksanaannya. 

Ya, untuk menjaga segala kemungkinan, saya tak bisa menyebutkan beberapa lembaga publik yang selama ini kurang efektif bagi saya. Saya takut, tatkala mengurusi berkas-berkas penting, malah saya dicap sebagai perusu dan pengganggu.

Pengganggu menarik untuk dikaitkan dengan ajaran dari salah satu Filsuf Yunani kuno, yakni Sokrates. Sokrates mengajarkan bahwasannya," tugas seorang filsuf itu bukan menjalankan pemerintahan, melainkan sebagai pengganggu."

Lantas, lembaga mana saja dan pribadi mana saja yang mau kita ganggu? Aih, sobat saya semakin takut, bila saya jatuh pada pemikiran sesat (Logical Fallacy). Eits, boleh kritik, asalkan jangan mengkritiki orangnya. Karena kita semua sama. Ya, sama-sama pendosa!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline