Lihat ke Halaman Asli

Fransiska Isti

Tulisan adalah jejak kaki yang kita tinggalkan.

April

Diperbarui: 5 April 2021   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: @fransisca.otey

Jakarta, kau menjadi ruang rindu kami yang kedua setelah Kota Yogyakarta. Kota metropolitan yang begitu gagah kami jelajahi setelah kota pelajar yang sesak dengan kenangan. 

Setiap melihat gemerlapnya lampu ibu kota saat malam, serasa semua rasa yang pernah ada bertemu lagi. Jakarta, bagaimana aku bisa melupa? Kudengar namamu saja bisa menangis semalam.

Betapa sedihnya aku ini setiap kata Jakarta lewat samping telingaku. Telingaku memang menerima kehadirannya, tetapi tidak untuk pikiranku. Seakan-akan ada aliran khusus dari pikiran menuju hati. 

Ya, hati yang terluka di kota yang tak pernah tidur. Kota seribu bayangan. Ya, bayangan mantan. Bagaimana aku bisa lupa kalau tiap 'jalan' sama temanku pasti melewati semua jalan yang sudah pernah dilewati bersamanya.

Achhhhh!!! Aku rasanya capai bertemu bayang-bayang, diikuti bayangan sampai ke mimpi dalam tidurku. Aku selalu arogan dengan diriku sendiri bahwa aku bisa move on kok. 

Nyatanya, sampai hari ini aku begini. Merindu dengan ketidakpastian yang telah tega menyakiti hatiku satu-satunya. Di sini, di kota ini, aku coba tenggelamkan kenanganku sendiri di antara gedung-gedung pencakar langit yang terlihat dari kamar apartemenku.

"Sudahlah, Mami. Berapa kali gua bilang sama lo. Ikhlasin aja."

"Indri, dan dulu lo berapa kali bilang gua harus percaya sama dia? Nyatanya apa? Gua disakiti sama rasa percaya gua sendiri."

"Iya Mi, iya kan nggak ada kelirunya nasihatin yang baik biar lo waktu itu tenang nggak berpikir negatif. Gua kan juga sedih kalau lo sedih Monica."

"Tapi semua sudah berlalu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline