Lihat ke Halaman Asli

Florensius Marsudi

Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

"Manusia Kopiah, Bukan Manusia Terompah"

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Jengah hati memandang dunia yang selalu mengajakku tersenyun, senyum kecut. Resah hatiku mendengarkan anak-anak muda yang bercerita tentang hidup dan dirinya yang teraniaya oleh situasi. 'Teraniaya' karena hidup dalam ketidakjelasan; pendidikan yang mereduksi kecerdasan nalar, keluarga yang "mengaminkan" pertengkaran sengit, anak yang menjadi korban perceraian, ayah tiri memperkosa anaknya.... dll.

Sejenak muncullah tipe "manusia kopiah dan manusia terompah" di benakku.

"Manusia Kopiah"

Kopiah, sering diidentikan dengan peci.  Peci yang biasa dikenakan saat salat.  "Manusia Kopiah", manusia yang lebih memandang - dan menempatkan dirinya - untuk kemuliaan yang 'di atas'. Sebagaimana sifat kopiah, ia akan melekat - ditempatkan di kepala, di atas.  Jarang kopiah ditaruh dibawah, apalagi untuk alas duduk. Andaikan tak dipakai, kopiah akan disimpan di tempat yang layak untuk menyimpannya. Lihatlah kopiah hubungannya - salat - dan pemuliaan - pemujian yang mahakuasa.

Manusia kopiah adalah manusia yang mampu memuliakan orang lain.  Jarang dan amat jarang manusia ingin memakai kopiah ia menyusun, merangkai, menjahit - membuat  sendiri. Banyak manusia yang  ingin menggunakan - mengenakan kopiah, biasanya mereka membeli kopiah yang sudah jadi. Secara sederhana, menggunakan barang yang sudah jadi (apalagi buatan dalam negeri), identik dengan menghargai jerih lelah orang  yang ada di sekitarnya, yang telah membuatnya.

"Manusia Terompah"

Terompah, lapik kaki. Terompah selalu ada di bawah. Ia sebagai alas kaki. Sebagus apapun terompah, ia berfungsi satu:  mengalasi kaki.  Manusia terompah seidentik dengan manusia yang hanya bisa menjadikan orang lain "alat" dan alas bagi dirinya sendiri. Kedengaran amat kejam, itulah keadaannya. Manusia memeralat yang lain, memeralat manusia lain  sebagai terompah bagi diri. Entah terompah untuk menggapai kekuasaan, terompah menggapai kekayaan....dan seterusnya.

"Pura-pura Mengopiah"

Berkat 'kecanggihan' sarana komunikasi, sebuah informasi 'minor' bisa disulap menjadi informasi 'mayor'. Sebuah informasi salah bisa disulap menjadi (seolah) benar.  Sebuah pelayanan yang a-manusiawi, bisa disulap menjadi pelayanan (yang sepertinya) manusiawi.

Ada tulisan:

"Proyek pengecoran jalan oleh PT. Angin Ribut Semaput. Jalan: panjang 2 km, lebar:  3 m,  tebal cor semen: 20 cm, lama pengerjaan 1 bulan,  total biaya 'sekian'  M".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline