Lihat ke Halaman Asli

Fitri Nur Fadhillah

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat

Komunikasi Orangtua Perihal Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas pada Anak

Diperbarui: 19 Januari 2020   06:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sebanyak (43,4%) orangtua melakukan edukasi dengan baik kepada anaknya. Orangtua memegang peranan penting dalam pendampingan dan pengawasan bagi anak yang cenderung bersikap kritis dan menentang pendapat orangtua, sehingga orangtua perlu membangun komunikasi danmemposisikan diri sebagai sahabat bagi remaja serta perlu melakukan pengikatan emosi terhadap mereka dengan tujuan agar anak selalu merasa dekat dan aman di lingkungan keluarganya.

Kesehatan reproduksi sering dianggap hal biasa bagi kalangan masyarakat khususnya remaja yang baru mengalami masa pubertas. Padahal, anak yang cenderung tertutup perlu diberi edukasi melalui orangtua agar anak mengetahui perubahan fisik dan ciri-ciri pubertas reproduksi yang dialami mereka.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 menyebutkan, sebagian besar remaja usia 15-19 tahun baik laki-laki maupun perempuan berdiskusi mengenai kesehatan reproduksi dengan teman sebaya (57,6%) dan berdiskusi dengan guru (45,1%). Remaja berpendapat bahwa komunikasi dengan ibu lebih mudah dilakukan. Proporsi remaja yang berdiskusi dengan ibu juga cukup besar pada remaja perempuan (42,1%). Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah perilaku seksual remaja berisiko adalah melibatkan komunikasi orangtua dan remaja di rumah (jurnal.ugm.ac.id).

Membangun komunikasi dengan anak lewat campur tangan orangtua merupakan sebuah lingkungan awal remaja mendapatkan rasa aman dalam perkembangan remaja untuk terbuka dalam menghadapi masalah. Minimnya pengetahuan membuat sebagian orangtua enggan memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seks.

Jika orang tua tersebut enggan, remaja dengan mudah dapat mengakses pornografi yang tidak dibarengi dengan pengetahuan serta perhatian dari orangtua, dapat berakibat salah pemahaman mengenai pornografi, sehingga mendorong remaja untuk mencoba pengalaman baru mengenai seks.

Tetapi, tidak sedikit orangtua yang mengalami komunikasi dengan anak. Beberapa cara dapat dilakukan berupa bimbingan orang tua, pemenuhan kebutuhan anak, motivasi, dan pendidikan agama dalam keluarga. Saat orangtua mendengarkan anak dengan baik, keinginan anak untuk bercerita akan menjadi mampu dalam mengungkapkan perasaan dan isi hatinya.

Selain itu, saat ini sudah terdapat aplikasi skata, yaitu media komunikasi digital berisi informasi perencanaan dan pendidikan anak dibuat oleh Johns Hopkins Center for Communication Program (JHCCP) yang bekerjasama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk memperkuat pengetahuan orangtua mengenai edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas. Media tersebut bertujuan agar orangtua dan anak lebih terbuka mengenai masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas.

Pengguna aplikasi skata saat ini di atas 700.000 tersebar di beberapa lokasi seluruh Indonesia, terutama di Pulau Jawa yang mayoritas adalah ibu-ibu muda berusia 20-35 tahun (kompasiana.com/lucywidasari). Dengan adanya program aplikasi skata, diharapkan orangtua dapat terinsipirasi dan mendapatkan cara yang tepat untuk berkomunikasi dengan anak mengenai kesehatan reproduksi tersebut.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline