Lihat ke Halaman Asli

Mahasiswa GIAT 12 UNNES Ajak Remaja Desa Kalikurmo Diskusi Santai Tentang Bahaya Pernikahan Dini dan Judi Online

Diperbarui: 27 Agustus 2025   22:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Kegiatan Sosialisasi Bahaya Pernikahan Dini dan Judi Online (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

SEMARANG, 27 Juli 2025. --- SEMARANG, 27 Juli 2025 -- Isu pernikahan dini dan maraknya judi online semakin menjadi sorotan, terutama di kalangan remaja pedesaan. Menyadari pentingnya edukasi mengenai hal tersebut, mahasiswa GIAT 12 Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang ditempatkan di Desa Kalikurmo, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, menggelar kegiatan "Posyandu Remaja: Diskusi Santai Tentang Bahaya Pernikahan Dini dan Jerat Judi Online".

Acara ini diselenggarakan pada Minggu, 27 Juli 2025, bertempat di Balai Dusun Krajan, Desa Kalikurmo. Kehadiran para pemangku kepentingan desa, mulai dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, perwakilan kepala dusun, kader PKK, kader posyandu, bidan desa, hingga tokoh masyarakat, menambah bobot kegiatan ini. Tidak ketinggalan, para remaja Desa Kalikurmo hadir sebagai peserta utama, menjadi sasaran utama edukasi dan diskusi santai ini.

Dalam sambutannya, Kepala Desa Kalikurmo menegaskan urgensi pendewasaan usia perkawinan. Ia menyoroti masih adanya praktik pernikahan dini di pedesaan yang berdampak besar bagi kehidupan remaja. "Usia minimal menikah itu 19 tahun. Kalau menikah sebelum umur 19 tahun, risikonya besar, baik bagi ibu maupun bayinya. Banyak kasus kehamilan muda yang berujung pada komplikasi," tegas Kepala Desa.

Ia juga menambahkan rujukan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menetapkan usia ideal menikah adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Menurutnya, hal ini bukan sekadar angka, melainkan hasil kajian terkait kesiapan emosional, fisik, maupun sosial. "Perempuan pada usia 21 tahun umumnya sudah matang secara emosional, sedangkan laki-laki baru mencapai kematangan penuh di usia 25 tahun. Jadi, menunda pernikahan itu bukan aib, melainkan investasi masa depan," imbuhnya.

Dalam rancangan kegiatan tersebut, sesi pertama mengangkat tema "Pergaulan Bebas dan Pernikahan Dini: Tantangan Sosial Remaja Masa Kini", dengan narasumber Firdatul Izza Aulia dan Muhammad Naufal Al-Azyzy, mahasiswa UNNES yang menjadi penanggung jawab acara. Dalam pemaparannya, Aulia dan Naufal menekankan bahwa pergaulan bebas di kalangan remaja tidak boleh dipandang enteng. Pergaulan bebas, jika tidak dikendalikan, bisa berujung pada seks pranikah, putus sekolah, hingga pernikahan dini. Sementara itu, Naufal menambahkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan UNICEF (2023), yang menyebutkan bahwa 1 dari 9 perempuan Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Jawa Tengah sendiri masih mencatat angka perkawinan anak yang cukup tinggi, yakni sekitar 8--9%.

"Angka ini membuktikan bahwa pernikahan dini masih menjadi fenomena yang nyata, bahkan dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Jika tidak dicegah, generasi muda akan kesulitan menggapai cita-cita karena terbebani masalah rumah tangga di usia yang seharusnya mereka gunakan untuk belajar dan berkembang," jelas Aulia. Diskusi berlangsung efektif. Untuk mencairkan suasana, mahasiswa juga mengadakan games edukatif agar peserta lebih rileks dan terlibat aktif.

Dokumentasi Kegiatan Sosialisasi Bahaya Perniakahan Dini dan Judi Online (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Setelah sesi pertama berakhir, kegiatan dilanjutkan dengan ice breaking berupa permainan ringan. Hal ini bertujuan untuk menyegarkan kembali konsentrasi peserta sebelum masuk ke topik yang tidak kalah penting: bahaya judi online. Materi sesi kedua dipandu oleh Rifqi Dwi Agustian. Dengan gaya penyampaian yang santai namun tegas, Rifqi menjelaskan berbagai jenis judi online, mulai dari slot, poker, hingga aplikasi yang terselubung dalam bentuk permainan digital.

"Judi online itu ibarat racun yang perlahan tapi pasti merusak. Remaja seringkali tertarik karena iming-iming hadiah besar, padahal kenyataannya justru membuat rugi dan kecanduan," ungkap Rifqi.

Diskusi semakin hidup ketika salah seorang remaja bertanya, "Apakah bitcoin atau aset digital termasuk judi online?" Rifqi menjelaskan bahwa bitcoin bukan judi, tetapi bentuk investasi berisiko tinggi. Namun, banyak platform ilegal yang menggunakan nama bitcoin untuk menipu remaja agar terjerat judi berkedok investasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline