Lihat ke Halaman Asli

Fidelia Ekana

Communication Student

Saat Manusia Lupa di Mana Tuhan Berada

Diperbarui: 31 Maret 2021   00:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Berdoa kok di social networking, n.d.)

"Ya Tuhan aku tu capek kebanyakan tugas, selesai satu tumbuh seribu" *post

"Tuhan, kiranya donasiku dapat membantu mereka" *post

Apakah kalimat-kalimat tersebut sering anda temui di platform sosial media anda? Menurut anda, apakah kalimat-kalimat tersebut termasuk dalam ungkapan doa? Jika pertanyaan-pertanyaan tersebut ditanyakan pada saya, maka saya akan menjawab "iya". Saya sering, bahkan hampir setiap hari selalu melihat kalimat-kalimat tersebut muncul dalam sosial media yang saya miliki, dan benar adanya bahwa ungkapan-ungkapan tersebut adalah ungkapan "doa". 

Tetapi terkadang "doa-doa" tersebut terkesan aneh dan lucu, karena sesungguhnya arti dari doa sendiri adalah komunikasi kita dengan Tuhan yang mana seharusnya pesan yang disampaikan benar-benar diantara orang yang berdoa dengan Tuhannya saja. Namun, jika dilihat, ungkapan "doa" yang ada diatas sudah kehilangan makna sesungguhnya dari doa, karena sudah menjadi konsumsi publik (disebarkan secara luas).

 

Posmodernisme

Sebelum kita berlanjut membahas topik diatas, kita akan mempelajari soal apa itu posmodernime. Posmodern adalah istilah yang memiliki arti "setelah modern". Munculnya posmodernisme sendiri diawali dengan reaksi kritik terhadap modernisme. Posmodernisme menganggap bahwa modernisme adalah realitas yang kontigen, tidak berpijak, beragam, tidak stabil, dan berkebudayaan yang penuh dengan sikap skeptis mengenai objektivitas kebenaran, sejarah, norma, dan koherensi identitas.

"Posmodernisme merujuk pada bentuk-bentuk kebudayaan, intelektual, dan seni yang kehilangan hirarki atau prinsip kesatuan serta disarati kompleksitas ekstrim, kontradiksi, ambiguitas, perbedaan, dan kesalingtautan sehingga sulit dibedakan dengan parodi" (Hidayat, 2019).

Seni dalam posmodernisme juga memiliki ciri-cirinya tersendiri, yaitu hilangnya batas antara seni dan kehidupan sehari-hari, runtuhnya perbedaan antara budaya tinggi dan budaya massa atau populer, maraknya gaya eklektis (gaya yang dianggap terbaik) dan campur aduk, munculnya kitsch (bentuk palsu dari seni yang meminjam esensi dari benda lain dan berusaha mendapatkan pengalaman yang serupa dari pengalaman yang didapatkan dari benda lain tersebut (Huda, 2018)), parodi, pastiche, camp dan ironi, merosotnya kedudukan pencipta seni, dan asumsi seni sebagai pengulangan, serta perpetual art. Kemudian dalam hal arsitektur, posmodernisme lebih mengacu pada perlawanan terhadap bentuk arsitektur modern. 

Arsitektur posmodernisme disajikan dengan konsep bentuk asimetris, ambigu, naratif, simbolik, dan sebagainya yang merepresentasikan keunikan dan keanehan. Munculnya posmodernisme juga ditandai dengan adanya totalitas struktur sosial baru yang mana terjadi perkembangan teknologi yang pesat, terbentuknya masyarakat komputerisasi, dunia simulasi, dan hiperrealitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline