Lihat ke Halaman Asli

Fatma Puspita

analis kebijakan madya Kemenko Maritim dan Investasi

Konsekuensi Biaya dalam Penyediaan Data dan Informasi

Diperbarui: 20 Januari 2018   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


knowledge is power.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyebutkan 'biaya' setidaknya 6 kali dalam berbagai pasal. Salah satu yang menarik ada pada Pasal 6 ayat 2 butir c berbunyi:

'Mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau penggandaan informasi'.

Biaya merupakan issue sensitif. Terlihat dari berbagai opini: seharusnya pengadaan data dari Lembaga adalah bentuk pelayanan, karenanya harus dibebaskan dari berbagai biaya. Disatu sisi biaya yang diterapkan pada pengadaan data dan informasi menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Lembaga yang bersangkutan. Walaupun pada akhirnya PNBP tersebut dikembalikan kepada lembaga asal sebagai dana operasional, hal ini seyogianya menjadikan lembaga tersebut mandiri dan tidak tergantung pada keuangan negara.

Bila kita melihat keatas pendapatan utama negara bersumber dari pajak yang kita bayar. Pada negara-negara yang pelayanan publik dasarnya seolah 'gratis' sejatinya berasal dari pajak tinggi yang dibayar warganya. Tidak ada yang gratis di dunia ini. 

Contohnya pelayanan publik yang sering di'gratis'kan di negara-negara maju seperti pendidikan. Pendidikan memerlukan biaya dari gaji guru, suplai sekolah, penyediaan ruang kelas, buku, alat peraga dan lain sebagainya, apabila sekolah disebut 'gratis', maka sejatinya negara telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membiayai Pendidikan. Demikian pula pada pembiayaan kesehatan, rumah sakit, semua membutuhkan biaya. Tidak ada yang gratis, meskipun kita tidak mengeluarkan biaya, ada pihak lain yang telah membayar biayanya.

Sama halnya dengan permintaan data. Baik yang membutuhkan analisis seperti analisis kebijakan dan statistik terlihat jelas bahwa hal ini membutuhkan biaya penelusuran, pengolahan data. 

Katakanlah, kita meminta secara khusus kepada Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memberikan data yang spesifik dan terkustomisasi, misalnya data Produk Domestik Bruto terkait kemaritiman. Bila data tersebut belum pernah ada maka diperlukan tenaga untuk melakukan dari penelusuran, pengolahan, analisis dan penyajian data. Hal ini memerlukan usaha dan sumber daya juga biaya yang tidak sedikit.

Apakah data dimaksud sudah menjadi data yang wajib disajikan secara berkala atau serta merta oleh BPS? Atau apakah data yang diminta belum ada hingga diperlukan survei, pengumpulan dan pengolahan data? Apakah mekanisme untuk mendapatkan data bisa melalui prosedur pelayanan keterbukaan informasi publik, atau melalui mekanisme kerja sama?

Pertanyaan berikutnya adalah, siapa yang akan mengeluarkan biaya?

Misalnya kita menjalin kerja sama dengan BPS terkait penyajian data, lalu kita membuat perjanjian kerja sama dengan ketentuan dan kewajiban (rights and responsibilities, terms and conditions) yang disepakati kedua belah pihak. Pada saat pra-penandatanganan, saat kedua belah pihak melakukan negosiasi pembahasan hak dan kewajiban serta syarat dan ketentuan, klausul 'biaya' akan mengemuka. Bagaimanapun juga biaya memang sensitif, jadi tidak perlu dihindari. Klausul 'biaya' baiknya dibahas tuntas sebelum penandatanganan kesepakatan kerja sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline