Lihat ke Halaman Asli

Fariz Reza

Penulis Amatir

Upaya ASEAN dalam Penguatan Masyarakat Adat terhadap Arus Pembangunan dan Investasi

Diperbarui: 9 Oktober 2021   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Kepala Adar Suku Liyu oleh Bayu Pratama

Relevansi Pembangunan dengan Kehidupan Masyarakat Adat

Di era investasi seperti saat ini, Kawasan Asia Tenggara yang mayoritas berisi negara-negara berkembang terlihat semakin berfokus pada pembangunan infrastruktur demi menarik masuknya investasi asing. Keberadaan pembangunan yang juga semakin didorong oleh kebutuhan pasar ini lah dikhawatirkan dapat mengancam eksistensi masyarakat adat. Hal itu dikarenakan, kebutuhan pasar yang tinggi dapat berujung pada perampasan hak-hak masyarakat adat atas nama pembangunan.

 Masyarakat adat seringkali mempersepsikan pembangunan sebagai hal yang negatif. Meskipun pembangunan sendiri idealnya membawa keuntungan seperti memajukan kondisi sosial-ekonomi, menyediakan akses terhadap teknologi dan memperkuat struktur politik ekonomi.  Mereka menganggap bahwa pembangunan dalam prosesnya membawa implikasi yang negatif di dalam tatanan sosial masyarakat mereka maupun lingkungan (Young, 1995). Praktik-praktik pembangunan baik secara langsung maupun tidak langsung menempatkan mereka pada pilihan yang terbatas, dimana pilihan-pilihan tersebut justru malah menjauhi mereka dari akses-akses sumber daya alam yang selama ini mereka lindungi.

Masyarakat adat sendiri seringkali menjadi golongan yang tersubordinasikan di dalam negara maupun sistem internasional. Hal ini yang kemudian menyebabkan kondisi masyarakat adat yang termarginalisasikan dan hanya menjadi objek bagi pembangunan khususnya bagi pembangunan infrastruktur yang terjadi di suatu negara. Masyarakat adat dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan kepentingan pemerintah maupun nilai-nilai modern (Gunawan et al., 1998). Lebih parahnya lagi, kepentingan pemerintah tersebut dapat berujung pada timbulnya konflik sosial antara pemerintah dengan masyarakat adat.

Permasalahan masyarakat adat ini yang kemudian diangkat ke dalam suatu kompleksitas jaringan transnasional antara state, market, dan civil society. Keberadaan institusi internasional sendiri dirasa penting sebagai tempat dalam menangani permasalahan kompleksitas jaringan tersebut (Blaser et al., 2004). Maka oleh karena itu dibutuhkanlah peran suatu institusi internasional yang dapat menjamin hak-hak fundamental masyarakat adat di tengah-tengah fenomena iklim investasi. Tak hanya itu, institusi internasional juga harus berupaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat global terhadap keberadaan masyarakat adat.

Upaya ASEAN dalam Penguatan Masyarakat Adat

Keberadaan masyarakat adat mulai dilirik berbagai kalangan dalam masyarakat baik nasional maupun internasional. ASEAN selaku organisasi kawasan di Asia Tenggara memiliki cara tersendiri dalam mengatasi permasalahan investasi, pembangunan dan masyarakat adat agar ketiga hal tersebut dapat berjalan secara beriringan. Melalui ASEAN Economic Society (AEC), masyarakat adat diharapkan untuk dapat berkolaborasi dan beradaptasi di era investasi iklim seperti saat ini.

ASEAN Economic Society (AEC) sendiri merupakan sebuah realisasi dari program integrasi ekonomi di kawasan yang memiliki tujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi melalui arus investasi. Meskipun iklim investasi yang diciptakan dari adanya AEC tersebut dapat berdampak pada perampasan hak-hak masyarakat adat, AEC tetap berupaya untuk mengatasi hal tersebut demi mencapai kepentingan integrasi ekonomi. AEC Percaya bahwa masyarakat adat bukanlah hambatan dalam pembangunan ekonomi dan proses menuju terciptanya pasar tunggal.

Hal pertama yang dilakukan AEC demi mengatasi permasalahan terkait masyarakat adat adalah dengan menghimbau negara anggota untuk segera meratifikasi kebijakan khusus terkait dengan perlindungan masyarakat adat di negaranya. Melalui Council of Represntative, tiap negara anggota harus membuat undang-undang yang selaras dengan agenda AEC. Negara harus menyadari keberadaan masyarakat adat sebagai bagian yang tak kalah penting dari struktur demi mencegah terjadinya konflik sosisal.

Dalam memastikan kepastian hukum mengenai hak-hak komunal masyarakat adat, khususnya di era investasi iklim, tanah adat masyarakat adat harus didaftarkan ke badan Pertanahan Nasional. Pemerintah pusat harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengenali dan memetakan wilayah teritoial masyarakat adat baik kawasan hutan maupun non-hutan. Hal tersebut dilakukan demi terhindarnya sengketa tanah antara pihak perusahaan maupun pihak komunitas adat.

Konflik kepentingan antara pemerintah dengan masyarakat adat sendiri pada dasarnya seringkali terjadi. DI Indonesia contohnya, proyek pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah pada kala itu menimbulkan terjadinya sengketa tanah dengan pihak komunitas adat. Fenomena tersebut dapat seringkali ditemukan di berbagai wilayah salah satunya dii Kalimantan, dimana terdapat cukup banyak komunitas adat di dalamnya. Pemerintah daerah Kalimantan sendiri berasumsi bahwa keberadaan masyarakat adat  menjadi hambatan dalam mempercepat pembangunan dan harus disingkirkan (Gunawan et al., 1998).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline