Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Terjadi Perang Dagang AS Vs China?

Diperbarui: 5 Juli 2020   14:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Sumber: pixabay.com

Salah satu isu yang kembali menghangat akhir-akhir ini adalah tentang Perang Dagang antara AS dan China. Bahkan kini mulai merembet ke gagah-gagahan militer. 

Nah, banyak kemudian pertanyaan bermunculan. Salah satunya yang paling urgen, "kenapa terjadi perang dagang antara AS vs China?". Tentu ada banyak jawaban dari berbagai perspektif. Tapi, di sini saya akan coba jawab dari perspektif ekonomi politik yang pernah saya pelajari.

Sesudah Perang Dingin, Komunisme bubar jalan. Mazhab Neoliberal yang menggantikan Keynesian sejak tahun 1970an dan dipromosikan oleh duo Ronald Raegan (US) dan Margareth Tatcher (UK) pun menguasai panggung internasional. 

Kalangan Liberal pun merayakan kemenangan mereka dalam Perang Dingin ini. Francis Fukuyama dengan percaya diri bilang di tahun 1993, "this is The End of History". Sejarah telah usai. Pertarungan ideologi tidak akan ada lagi. Liberalisme dan turunannya seperti Kapitalisme dalam ekonomi dan Demokrasi dalam politik akan menjadi sistem mainstream yang tidak punya lawan. Dunia akan damai dalam tatanan "Liberal World Order". 

Globalisasi kemudian menjadi proyek besar di seluruh dunia. Jangan ada lagi hambatan dalam berdagang. Negara jangan terlalu banyak ikut campur di perekonomian. Peraturan pemerintah harus berorientasi pada kebebasan pasar seluas-luasnya. 

Dengan ambisi yang demikian kuat, GATT pun berubah menjadi WTO dan disambut dengan baik oleh banyak negara, termasuk Indonesia yang bergabung sedari awal. Iya, Pak Harto dengan senang hati menggabungkan Indonesia dengan WTO yang Neolib itu. Hehehe. 

Istilah "Globalisasi" lantas menjadi buah bibir di masyarakat. Semua orang dengan fasih bicara terkait globalisasi dan begitu yakin dengan masa depan cerah yang dijanjikan oleh globalis, para penyokong ide-ide globalisasi. 

Tahun 1997-1998, Asia Timur dan Tenggara digempur krisis ekonomi terparah dalam beberapa dekade. Pertumbuhan ekonomi negara yang dulu dikenal sebagai "Macan Asia" anjlok dan jadi minus. Tapi coba tebak apa yang kemudian jadi resep caspleng dari IMF yang diterima banyak negara, termasuk Indonesia? Iya, mantapkan globalisasi melalui trio "liberalisasi perdagangan, deregulasi sistem peraturan, dan privatisasi perusahaan". 

Proyek Globalisasi pun semakin mendapat angin segar ketika China bergabung ke WTO tahun 2001. Negara yang tadinya tertutup dari dunia luar dan fokus pembangunan di dalam ikutan ke dalam sistem Neoliberal. Sorak sorai kalangan globalis terdengar, lihat tuh China sudah bergabung dengan WTO! 

Tapi, di sinilah titik balik itu terjadi. 

Globalisasi meniscayakan arus perdagangan, baik barang, jasa, ataupun modal, secara bebas dan minim hambatan. Apa keunggulan relatif yang dimiliki China dibandingkan negara lain? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline