Lihat ke Halaman Asli

Rita Mf Jannah

Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Bahagiakah Menjadi yang Kedua?

Diperbarui: 20 Juni 2021   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi mendua (pic: torontosun.com)

Menjadi yang kedua ibarat arena perebutan yang sebetulnya tidak hanya melukai pihak lain, tapi juga diri sendiri jika suatu hari mengalami hal serupa, sedangkan yang pasti bahagia dan tak tersakiti adalah si dia, sebab dia pemenangnya

Jatuh cinta memang tak alang kepalang rasanya, tetapi bagaimana bila yang terjadi adalah cinta yang salah? Mencintai seseorang yang telah meiliki pasangan, menyeruak masuk, hingga menjadi orang ketiga. Bahagiakah dengan kehidupan percintaan seperti itu?

Sepintas memang tak ada yang salah, padahal jika direnungkan lebih mendalam, ada sebuah kesan kebahagiaan yang dipaksakan di atas penderitaan pihak lain, tertawa di atas tangisan orang lain. Namun jika sudah menggebu-gebu, apa yang harus dilakukan?

Kita sering mendengar lagu-lagu yang seakan mengajak menjadi pengusik kebahagiaan orang lain, pernah mendengar syair lagu "Jadikan aku yang kedua", atau "dia tak pantas untukmu", sepintas membuat panas suasana. Padahal kalau dipikirkan secara mendalam, patutkah hal itu dilakukan bila ada hati yang terluka, padahal Tuhan melarang kita menyakiti orang lain, baik dalam bentuk perbuatan verbal ataupun fisik.

Namun saat akal sehat dikalahkan keinginan memiliki, segalanya jadi ditabrak semau gue, semacam merasa puas dan berhasil meraih kemenangan saat berhasil merebut seseorang. Ibarat peribahasa bila cinta sudah melekat tahi kucing rasa coklat. Tetapi percayakah Anda bahwa yang sedang dijalani benar-benar sebuah cinta suci, atau sekedar nafsu sesaat belaka?

Jika saat ini Anda mengalami hal itu, ada beberapa hal yang perlu direnungkan sebelum melangkah tenggelam lebih dalam, antara lain:

Cinta atau nafsu

Saat Anda menjalani perjalanan kebersamaan bersama si dia yang telah memiliki pasangan, coba renungkan, benarkah yang dijalani sebuah cinta murni atau hanya nafsu sesaat?

Saat Anda sangat bernafsu memilikinya, demikian juga dia, dengan mengabaikan segala norma dan perasaan orang lain, berarti itu nafsu, bukan cinta sejati. Menggebu ingin memiliki bisa terjadi karena masih suasana baru, menantang dan menyenangkan, tapi pernahkah Anda pikirkan seiring berjalannya waktu, segala perasaan tertantang memiliki akan menjadi hambar, dan boleh jadi saat itu dia akan ganti menduakan Anda dengan yang lain, sebagaimana dia pernah menduakan pasangannya demi memiliki Anda.

Bahagia hari ini belum tentu hari esok

Yakinkah kebahagiaan yang Anda jalani saat ini akan abadi selamanya? Belum lagi bila dari hasil merebut kebahagiaan pihak lain. Sebab jika itu yang terjadi, maka Anda harus siap dengan segala konsekwensi apabila kebahagiaan yang Anda miliki juga bisa direbut pihak lain dari Anda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline