Lihat ke Halaman Asli

Jamalludin Rahmat

TERVERIFIKASI

HA HU HUM

Wajah Cita-Cita, Idealis atau Realis

Diperbarui: 18 April 2019   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Illustrated by pixabay.com)

Kenalilah Dirimu _Socrates_

Pikiran yang berkembang baik, gairah belajar yang tinggi, dan kemampuan memadukan pengetahuan dengan kerja adalah kunci-kunci baru menuju masa depan _Laporan SCANS_ 

Di sebuah Sekolah Menengah Atas. Ibu guru  di di depan siswa-siswanya bertanya tentang cita-cita yang mereka ingin wujudkan. Beragam jawaban keluar dari mulut remaja anak baru gede tersebut, ada yang mengatakan bahwa bercita-cita menjadi dokter, ada yang jadi pengusaha, jadi tentara, jadi guru seperti ibu guru dan segudang jawaban-jawaban.   

Tetapi ada satu orang siswa yang jawabannya berbeda dengan murid lainnya. Pertama, karena ia menjawab seperti ucapan Nabi yaitu " Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya." Jadi cita-cita si siswa ini adalah menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Kedua, biarkan saja cita-cita seperti mengalirnya air. Tak perlu dibuat batas-batas berpetak yang membuat air tergenang dan membusuk.  

Jawaban si anak tadi dipertanyakan oleh ibu guru. "Kenapa cita-cita kamu seperti itu, tidak konkret, tidak jelas." Ditengah-tengah setiap orang selalu ingin dengan cita-cita yang nyata agar berujung kesuksesan hidup materi dan jabatan. Si anak hanya menatap.

(Illustrated by pixabay.com)

Cita-Cita, Idealis versus Realis

Setiap kita tentu berbeda dalam mempersepsi dan memberi tafsiran tentang cerita cita-cita antara ibu guru dan si anak murid di atas. Tetapi ada kata yang selalu mengiringi setiap cita-cita yaitu sukses atau kesuksesan. Ukuran sukses dalam cita-cita adalah diperolehnya materi yang melimpah dan jabatan bergengsi supaya diakui khalayak ramai.

Satu cerita lagi tentang cita-cita. Si kakak adalah orang yang sukses dengan bergelut di bidang sebut saja pengusaha biro travel dan umrah. Sedangkan si adik belum. Jangankan untuk bercita-cita, untuk  bagaimana mewujudkan cita-cita masih belum terpikirkan dan masih samar-samar baginya. Ia bukan tak ingin bercita-cita karena baginya cita-cita adalah keidealan menurut si pencita-cita yang seiring perjalanan waktu (realitas) kadangkala berubah.

Sekali lagi, di sini dalam pemberian tafsir cita-cita kita berbeda kembali. Ah..., ternyata perbedaan bertemu lagi. Tak apa lah. Bukankah dengan berbeda maka kedinamisan itu terjadi. Bencilah keseragaman yang dipaksakan agar disebut taat dan patuh. Bukankah pelangi indah karena berbeda warna!

Apabila mencoba untuk meninjau pengertian cita-cita dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia maka akan diperoleh bahwa cita-cita adalah (1) keinginan (kehendak) yang selalu ada di dalam pikiran, Contoh ia berusaha mencapai cita-citanya untuk menjadi petani yang baik dan sukses; (2) tujuan yang sempurna (yang akan dicapai atau dilaksanakan), contoh untuk mewujudkan cita-cita nasional kita, kepentingan pribadi harus dikesampingkan.

Tapi setidaknya ada dua hal yang perlu dipahami tentang cita-cita. Pertama, cita-cita disamakan dengan dunia ide atau gagasan. Kedua, cita-cita yang terhubung dengan alam realitas atau kenyataan. Mari menerjunkan diri ke dalam filsafat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline