Lihat ke Halaman Asli

Fajar

PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

Indonesia Terlalu Santun, Makanya Diremehkan Tetangga

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13724011241345771579

[caption id="attachment_251760" align="aligncenter" width="560" caption="Ilusrasi (citrasurveiindo.blogspot.com)"][/caption]

Permintaan maaf Presiden SBY terkait asap yang menyebar ke Singapura dan Malaysia malah ditanggapi secara kurang positif oleh media Singapura. Padahal kedua negara ini meminta pertanggungjawaban pemerintah Indonesia atas kabut asap yang telah meracuni kota-kota dan warga mereka. Memang sikap santun Presiden SBY yang rela merendahkan diri untuk meminta maaf kepada kedua negara tetangga ini telah menuai pro-kontra di antara rakyat Indonesia sendiri. Mengingat bahwa ada indikasi kuat penyebab kebakaran itu bersumber pada perusahaan kedua negara tersebut yang menguasai hutan Riau.

Selain itu, permintaan maaf Presiden SBY dianggap "memperlihatkan kelemahan" Indonesia terhadap kedua negara tetangga yang tidak pernah berterima kasih kepada Indonesia atas O2 yang dihirup mereka dari hutan-hutan alam Indonesia selama ini. Apalagi kedua negara tersebut seringkali berlaku "nakal" terhadap TKI dan TKW asal Indonesia tanpa ada permintaan maaf resmi pemerintahnya kepada Indonesia. Klaim-klaim Malaysia terhadap wilayah dan kekayaan budaya Indonesia pun tidak pernah melahirkan permintaan maaf dari pemerintah Malaysia.

Pantas kemudian kedua negara yang menjadi mitra bisnis dan ekonomi Indonesia tersebut "nglunjak" ketika Presiden SBY memenuhi tuntutan permintaan maaf mereka. Kedua negara ini merasa selalu di atas angin terhadap Indonesia karena menganggap bahwa Indonesia (pemimpin) lemah di mata mereka. Kebaikan/kesantuan politik luar negeri yang diperlihatkan pemerintah Indonesia demi menjaga iklim perdamaian di Asia-oceanik, malah ditanggapi sebagai sebuah kelemahan yang bisa saja dirong-rong dan diijak-injak terus oleh negara tetangga. Hal ini ibarat kata pepatah: "air susu dibalas air ketuba."  Inilah yang dibaca oleh negara tetangga sehingga ketika Indonesia bersalah mereka "ngotot" meminta pertanggungjawaban, tetapi sebaliknya ketika terjadi masalah perlakuan tidak adil terhadap TKI/TKW di kedua negara tersebut mereka cuci tangan sebersih-bersihnya. Karena bagi mereka Indonesia hanyalah "sapi perah" bagi rakyat kedua negara tersebut.

Apakah semua itu pernah terjadi di zaman Presiden Soekarno? Malaysia dan Singapura takut banget sama Soekarno dan tidak berani macam-macam apalagi menginjak-injak harga diri bangsa. Politik luar negeri yang terlalu santun tanpa ketegasan memang membuat negeri ini mudah "diremehkan" oleh negara tetangga.

Lebih baik santun atau tegas dalam hal politik luar negeri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline