Lihat ke Halaman Asli

Fajar

PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

Demam Kelapa Sawit dan Marginalisasi Petani Lokal

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1301233281446273509

Saat ini demam kelapa sawit terjadi di mana-mana, terutama di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Semua pemerintah daerah di pulau-pulau tersebut "seolah-olah" berlomba-lomba berpacu dengan waktu memasukan para investor perkebunan sawit skala besar di daerahnya masing-masing.  Hal ini dipicu oleh permintaan minyak sawit dunia yang terus melejit. Seperti diungkapkan oleh Hendi Candra (Direktur Eksekutif Walhi Kalbar) bahwa "Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia mendapat peringkat kedua setelah batu bara. Hal ini berarti bahwa sawit merupakan komoditi andalan Indonesia dalam ekspor komoditi non-migas ke luar negeri dengan Eropa, As, India, China dan Singapura sebagai konsumen target. Maka tidaklah mengherankan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini mencapai 9,1 juta hektar dan target yang akan diwujudkan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian hingga 202o adalah 15 juta Hektar dengan target produksi CPO hingga 40 juta ton/tahun ( Sawit Watch 2010).

Selain itu, Saat ini Indonesia menduduki peringkat satu pengekspor minyak sawit dunia dan Malaysia berada di urutan kedua. Karena itu, demam kelapa sawit menggerogoti pemerintah baik di tingkat pusat hingga ke daerah. Hal ini terbukti ketika berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat membeberkan fakta-fakta negatif dari "emas hijau asal Afrika ini" kepada  masyarakat dunia, pemerintah Indonesia malah menganggap semua yang diungkapkan itu adalah hoaks. Padahal jika pemerintah pusat berani turun langsung ke lapangan misalnya di area-area perkebunan kelapa sawit di Kalimantan dan pulau lainnya, akan dijumpai bahwa banyak fakta yang telah diungkapkan oleh berbagai kalangan LSM tersebut bukanlah sebuah isapan jempol belaka. Fakta negatif yang sering disuarakan oleh masyarakat dan dialami langsung oleh masyarakat di sekitar area perkebunan kelapa sawit misalnya: penggundulan hutan secara masif, perampasan tanah rakyat, pemiskinan struktural kepada para petani (pemilik tanah), konflik tanah antara perusahaan dengan masyarakat adat yang mempertahankan tanahnya, pencemaran air/sungai oleh karena pestisida, aneka dampak sosial dan budaya.

Di sisi lain, "emas hijau Afrika" ini telah memberikan keuntungan besar bagi para pengusaha dalam negri dan mancanegara. Negara dapat keuntungan dari pajak tanah dan ekspor, pengusaha sawit dapat keuntungan dari penjualan CPO, bank dapat keuntungan dari bunga kredit yang dikucurkan kepada para petani (sistem plasma-misalnya).

Di balik demam kelapa sawit yang memberi aneka keuntungan pihak-pihak yang disebutkan di atas, masyarakat adat harus kehilangan tanah tumpah darah mereka, petani plasma dan buruh perkebunan dengan upah perhari 30-50 ribu  rupiah untuk memenuhi semua kebutuhan hidup dalam sehari, kerusakan lingkungan hidup karena setiap tahun hampir 400,100 hektar hutan dibuka dan ditanam sawit oleh berbagai group perusahaan kelapa sawit yang didanai oleh bank-bank luar negeri.

Lalu apakah masyarakat Indonesia akan sejahtera dengan kondisi seperti itu? Kesejahteraan siapa di balik semuanya itu? Only God knows!!!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline